Semarang – 5050 Lab Store kerja bareng Semarang Gallery menggelar pameran bertajuk : “Membaca Ulang Damalung di Ruang Kontemporer”. Pameran ditaja Semarang Gallery Art Contemporary, Kota Lama, Semarang berlangsung dari 25 November 2023 – 21 Januari 2024.
Gelaran pameran yang menghadirkan pulahan karya ragam seni rupa berupa lukisan, patung, instalasi, batik dan kriya ini diiikuti 11 perupa dari Semarang, Bali, Surabaya, Salatiga, Yogyakarta dan Kudus.

Perupa yang berkesempatan menampilkan karyanya dalam pameran yang dikurasi oeh Rendra Agusta ini yaitu; Alodia Yap , Andy Sueb , Bagus Panuntun, Ferdinandus Erdin Hananingsih, Jimmy Trismunawan, Kidung Paramadita, M. Fatchurofi, Meygitha, Sirin Farid Stevy ,da Yuyut Baskoro.
Pameran yang dibuka oleh Manager Semarang Gallery Denis Levi Dharmawan, Sabtu (25/11/2023) ini dimeriahkan oleh penampilan grup musik kontemporer yang diawaki Andi Sueb dan Aristya Kuver ini brrlangsung dengan meriah dan gayeng.
Para apresian yang sebagain besar kaum milenial menyesaki ruang pamer Semarang dengan antusias menikmati pameran dan music persembahan Tridhatu.
Denis dalam sambutannya mengungkapkan merasa senang bisa bekerjasama dengan anak-anak muda kreatif yang bisa menghadirkan karya-karya kontemporer yang menarik.
“Pameran berhasil menampilkan karya-karya yang berbasis riset. Menariknya dilakukan secara kolaboratif oleh seniman muda dari berbagai kota dan juga karya yang yang dihadirkan bermacam ragam karya seni rupa,” ujar Denis apresiatif.
Rendara Agusta – Sang Kurator – dalam kurasimya yang bertajuk : “Damalung: Uriping Buwana – Uruping Bawana” pameran ini berdasarkan riset langsung ke kawasan Gunung Merbabu yang nama kunonyo bernama Damalung.
Secara filosofis Uriping Buwana – Uruping Bawana punya makna yang luar biasa. Karena kita dilahirkan di bumi (buwana) bukan untuk berdiri sendiri, berkuasa dan atas nama sendiri. Tetapi manusia lahir untuk saling memberi, saling menolong dan saling membantu sesama tanpa ada rasa pamrih.
Menurut Rendra dalam kurasinya, pada kitaran Januari 2022 istilah Damalung belum banyak terkonfirmasi, bahkan ketika menanyakan informasi pada salah satu alat kecerdasan buatan Chat GPT. Mungkin hal ini juga menjadi jawaban sebagian besar masyarakat kita hari ini ketika kita tanyakan “Apa itu Damalung?”
“Damalung adalah salah satu leksikon yang hilang, tenggelam, dan terkubur ratusan tahun yang lalu di dalam ingatan peradaban kita. Sang Hyang Damalung adalah nama tua dari gunung Merbabu, sebuah gunung suci yang disebut dalam Prasasti Kuti tahun 840 Masehi. Seribu tahun kemudian, tahun 1450 Masehi, catatan mengenai gunung ini juga ditemukan seperti Prasasti Damalung, prasasti yang ditemukan di perkebunan warga dusun Ngadoman Kabupaten Semarang,” ujar Rendra membabar sebagian tim riset.
Membaca Ulang Damalung
Rendra menambahkan Membaca Ulang Damalung di Ruang Kontemporer merupakan salah satu langkah yang menarik untuk mencoba menggali tiap layer peradaban alam dan manusia pegunungan.
“Damalung Blueprint adalah upaya-upaya memahami kembali ke delapan titik di gunung Merbabu bersama para peneliti seperti Tri Subekso-Arkeolog, Akhriyadi Sofian-Antropolog, Dewi Wulansari-Periset Seni, dan saya sebagai pembaca naskah-naskah kuno,” imbuh Rendra.
Menurut Rendra membaca ulang Damalung adalah membaca alam dan manusia di sekitarnya, membaca bumi dan segala makhluk yang hidup di atasnya. Kembali kepada prasasti Ngadoman yang dibuka dengan kalimat oṃ Śri Śarasoti krĕta wukir hadi Damalung uriping buwana, terpujilah Śaraswati, terpujilah Maha.
Rendra menambahkan membaca seluruh karya dalam pameran ini tentunya memberi satu kesadaran baru akan pentingnya penangguhan alam antroposentrisme sempit dalam tindak kita sebagai manusia.
“Damalung merekam pelbagai peristiwa pasang-surut kehidupan manusia, dan memberi satu kaca benggala kepada kita, agar bijak berpijak di tapak-tapak mendatang. Gya amaca, gya macarita, apuranta sakwehing tar waca,” pungkas Rendra mengingatkan dalam kurasinya. (Christian Saputro)




