Sumaterapost.co, PALEMBANG – Menyikapi hasil audit BPK RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran (TA) 2019 nomor : 6/LHP/XVII/Ol/2021 yang terbit tanggal 8 Januari 2021, yang salah satunya membeberkan pengendalian dan pengawasan kegiatan izin usaha migas belum optimal serta terdapat potensi PNBP atas transaksi penjualan BBM oleh Badan Usaha yang tidak memiliki izin usaha niaga BBM dan badan usaha yang izin usahanya telah berakhir.
Kegiatan usaha hilir pada Ditjen Migas adalah kegiatan usaha yang bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan atau niaga. Kegiatan usaha hilir dilaksanakan oleh BU yang telah memiliki Izin Usaha yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM dengan pendelegasian wewenang kepada Kepala BKPM.
Perizinan pada kegiatan usaha hilir migas meliputi, izin usaha pengolahan migas, izin usaha penyimpanan migas, izin usaha pengangkutan migas, izin usaha niaga migas.
Berdasarkan hasil penelusuran lebih lanjut, secara uji petik. Diketahui bahwa Subdirektorat Niaga Ditjen Migas tidak melakukan kegiatan kunjungan lapangan ke badan usaha (BU) yang tidak memiliki izin usaha niaga BBM dan BU dengan izin usaha yang telag berakhir namun melakukan kegiatan penjualan BBM.
Dari hasil pengujian database atas kegiatan penjualan BBM oleh BU yang tidak memiliki izin usaha niaga BBM dan BU dengan izin usaha yang berakhir, diketahui beberapa hal sebagai berikut terdapatnya penjualan BBM sebesar Rp. 39 miliar lebih oleh BU yang tidak memiliki izin usaha Niaga BBM.
Berdasarkan hasil terhadap database SK perizinan migas laporan kegiatan BU yang memiliki izin usaha niaga migas dan data penjualan BU yang memilki izin usaha niaga migas dan data penualan BU yang telah diverifikasi oleh BPH Migas diketahui terdapat BU yang tidak terdata dalam database perizinan migas dan tidak memiliki izin usaha, namun melakukan kegiatan usaha niaga dengan penjualan BBM sebesar Rp.39 miliar dengan taksiran PNPB iuran BU yang seharusnya dapat diterima Rp.118.245.394,82 yang menyangkut 11 perusahaan.
Menurut Boni Belitong Koordinator Barisan Evakuasi Tanggap Bencana Indonesia (BARETA) yang merupakan salah satu aktivis penggiat anti korupsi di Sumatera Selatan mengatakan, patut dicurigai ada oknum bermain mata dilapangan sehingga para petinggi BPH Migas tidak mengetahui hal ikhwal masalah ini.
“Inikan perusahaan besar lo, dengan penjagaan yang super ketat masuk kantornya saja susah kalau mau temui pejabat BPH Migas. Tapi melihat temuan BPK RI untuk 11 badan usaha ini, diduga sangat mudah mendapatkan BBM disana. Padahal BU tidak terdaftar, aneh-aneh,” ujar Boni Belitong, jumat (3/9/2021).
Kemudian masalah ini di tahun 2019 BPK temukan penjualan BBM sebesar Rp67.983.480.113,09 kepada 6 Badan Usaha dengan izin usaha yang telah berakhir, Berdasarkan hasil pengujian secara uji petik terhadap database SK perizinan migas, laporan kegiatan BU yang memiliki izin usaha niaga migas, dan data penjualan BU yang telah diverifikasi oleh BPH Migas diketahui terdapat BU yang izin usahanya telah berakhir namun masih melakukan kegiatan usaha niaga dengan penjualan BBM senilai Rp67.983.480.113,09 dan PNBP iuran BU yang seharusnya dapat diterima sebesar Rp 197.027.058,46.
Dalam temuan ini, Boni Belitong menegaskan sangat telak melanggar peraturan yang ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ESDM, Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perizinan pada Kegiatan Usaha Migas.
Selanjutnya BPK menjelaskan kondisi ini telah menyebabkan laporan badan usaha tidak dapat dimanfaatkan secara tepat waktu dan terjadinya kehilangan potensi penerimaan negara.
(Hen)




