Sumaterapost.co – Istano Basa Pagaruyung merupakan sebuah istana yang terletak di Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Sesuai dengan namanya, Istano Basa Pagaruyung berarti istana agung Kerajaan Pagaruyung yang menggambarkan kemegahan arsitektur pusat pemerintahan Kerajaan Pagaruyung pada zaman dahulu.
Istano Basa Pagaruyung merupakan peninggalan sejarah yang menjadi simbol kejayaan dari Kerajaan Pagaruyung pada masa lalu. Pada saat ini, selain menjadi peninggalan sejarah, Istano Basa Pagaruyung juga menjadi ikonik Sumatera Barat yang wajib dikunjungi para wisatawan.
Bangunan Istano Basa Pagaruyung berbentuk rumah panggung besar beratap gonjong yang menjadi ciri khas arsitektur tradisional Minangkabau. Semua Objek, Bangunan dan Arsitektur Istano Basa Pagaruyung dibangun berdasar filosofi yang melambangkan kehidupan masyarakat Minangkabau. Salah satu dari dari objek yang berada di dalam Istano Basa Pagaruyung adalah janjang (tangga)
Janjang dengan anak janjang, tanggo dan tangan–tangan janjang adalah jalan atau sarana masuk kedalam bangunan Istano Basa Pagaruyung. Sebelum memasuki Istano Basa Pagaruyung wisatawan harus naik ke atas janjang terebih dahulu dan melepas alas kaki ketika menaiki janjang yang terbuat dari kayu, janjang utama ini juga menjadi pintu masuk dan keluar Istano Basa Pagaruyung
Menurut buku panduan Istano Basa Pagaruyung yang di tulis oleh tim Dispersnibud Tanah Datar 2004 oleh H. DJ. Dt. Bandari LB Sati 1988 janjang dengan anak janjang dan tango dengan anak tango melambangkan sistem demokrasi di Minangkabau yang di teruskan melalui mufakat dengan prosesnya yang di kenal “Bajanjang Naiak, Batanggo Turun.”
Falsafah Arsitektur Istano Basa menjelaskan istilah “bajanjang naiak” memiliki arti mewakili proses yang segalanya dimulai dari tingkat paling bawah dalam kehidupan adat Minangkabau akan terwujud dalam tingkatan mufakat. Sebagai contoh kamanakan bermufakat dengan mamak, kemudian mamak dalam sebuah kaum, lalu mamak bermufakat bersama tungganai dibawah pimpinan penghulu kaum.
Batanggo turun mewakili proses demokrasi yang dimulai dari tingkat paling atas, diteruskan ketingkat lebih rendah. Yang berarti kebijakan dan keputusan pemerintah pusat menjadi keputusan yang telak dan di teruskan ke pemerintahan daerah.
Di Minangkabau demokrasi yang di pakai adalah demokrasi langsung. Dimana semua masyarakat berhak berpendapat dan mengemukakan aspirasi yang di tampung oleh pemerintah, namun keputusan tetap berada di tangan raja atau pemerintah pusat. Ketika raja sudah memutuskan berarti semua masyarakat minangkabau berkewajiban untuk melaksanakan dan mematuhinya. Sesuai dengan filsafah batanggo turun.
Janjang dengan anak janjang, tanggo dan tangan tangan tanggo juga melambangkan prinsip masyarakat minangkabau dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan perselisihan. Prisnip masyarakat minang kabau yang menjunjung tinggi demokrasi dan musyawarah menjadi faktor penting dalam menyelesaikan masalah dan tidak ada masalah yang tidak dapat di selesaikan. Dalam adat mengatakan “ndak ado kusuik nan indak salasai, indak ado karuah nan indak janiah”
Kedua sistem ini menjadi dasar lahirnya sistem yang khas di minangkabau. Terlihat dalam kehidupan masyarakat sehari hari kedua sistem ini sangat berpengaruh.
Pada saat saat tertentu masyarakat akan menerapkan sistem bajanjang naiak dan saat tertentu menggunakan sistem batanggo turun. Semua hal tersebut akan disesuaikan dengan keadaan dan tergantung kepada situasi dan permasalahan apa yang terjadi.
Oleh
MH R. Pito Bosa




