Lombok Timur, Sumaterapost.co.
Maulid Nabi Muhammad Saw, bagi sebagian masyarakat Lombok (Suku Sasak) adalah momentum yang sakral, “Kelahiran mahluk ciptaan Tuhan yang paling suci,” dijadikan sebagai bulan yang penuh makna, baik perenungan, upacara adat, ritual pembersihan, dan berguru pada orang-orang yang dianggap berilmu.
Kebanyakan orangtua, akan menyarankan anak-anak laki-lakinya yang sudah baligh mempersiapkan diri, “Pergi Mandi Diam-diam (Lalo Besebo Mandik, bahasa sasaknya),” mencari sumur galian khusus yang biasanya ini turun temurun atau membuat sumur sendiri yang jauh dari pemukiman atau air mengalir, baik ilmu yang diajarkan langsung oleh mereka sebagai orangtua, juga hasil rekomendasi atau sik anak yang mencari gurunya secara mandiri.
Maulid juga sebagai ajang, “Pejarik Minyak,” atau biasa disebut “Bejeleng,” (Membuat Minyak). Dimana masyarakat akan berkumpul di satu tempat, ada yang berbentuk privasi, juga untuk umum. Biasanya, yang bekerja dari awal hingga akhir adalah laki-laki, perempuan dilarang ikut terlibat, tergantung minyak yang akan dibuat ini jenis apa. Masyarakat akan datang membawa berbagai macam persyaratan untuk membuat minyak, mulia dari beras, kelapa, ayam, dan lain sebagainya. Bahan dasarnya terbuat dari kelapa, dimasak hingga berjam-jam lamanya. Minyak ini berbagai macam, baik itu minyak obat, senggeger, gejayan, tergantung kesepakatan dan empunya.
“Saya, tentu senang melihat acara dan ritual semacam ini,” tukas Hasan Gauk.
Ia juga, menjelaskan bahwa setiap tahun tepatnya pada hari kelahiran nabi muhammad saw adalah waktu untuk membersihkan benda-benda pusaka yang dilaksanakan oleh tetua adat di Desa Jerowaru dan lokasinya di Bale Belek.
“Setiap tahun pembersihan benda-benda pusaka ini sebagai upaya untuk tetap menjaga dan melestarikan peninggalan nenek moyang kita,” ungkapnya, Jum’at (29/10/2021).
Lebih lanjut, Hasan Gauk berharap pemerintah daerah juga peduli untuk menjaga dan merawat benda pusaka peninggalan leluhur kita, khususnya di Desa Jerowaru ini.
“Kita harapkan pemerintah daerah ikut peduli menjaga dan merawat benda-benda pusaka ini, kalau tidak maka masyarakat juga tidak akan peduli,” pungkasnya.
Namun, alhamdulillah di Desa Jerowaru ini masih ada yang peduli untuk menjaga dan merawat benda-benda pusaka. Dengan demikian akan tetap lestari dan terjaga.
“Kepedulian kita untuk merawat dan menjaga ini sebagai upaya melestarikan benda-benda pusaka peninggalan leluhur kita suku sasak,” tutupnya.
(sopi).