Semarang – Ada tradisi yang menarik dari Komunitas Kolektif Hysteria, Semarang, bila punggawanya pulang dari perjalanan atau berkegiatan di luar kota wajib memberikan “oleh-oleh” dengan mempresentasikan pengalamannya di depan anggota lainnya atau audien.Program pertanggungjawan ini mereka lebeli nama “buah tangan”, yang merujuk kata oleh-oleh.

Kali ini Hysteria Art Lab dengan menggandeng Arttotel Art Space mengemas “buah tangan” Hananingsih Widhiasri & Pujo Nugroho yang mengikuti residensi bersama Lumbung Indonesia di Maumere (Nusa Tenggara Timur) dan Palu (Sulawesi Tenggara) mengemas dalam bentuk eksebisi. Buah tangan berupa pameran baru ini kali digelar Hysteria, karena biasanya hanya berbagi pengalaman dengan bercerita.
Pameran yang mengusung tajuk : “Waktu Indonesia Bagian Tengah” ini ditaja di Arttotel , Jalan Gajah Mada, Semarang ini akan berlangsung selama sebulan penuh dari 9 April – 9 Mei 2022. Wahyu dari Artotel Art Space berharap, helat pameran ini, akan semakin melengkapi hotel yang berkonsep seni ini.”Artotel selain didesain artistik oleh arsitek kenamaan Andramatin juga ada lukisan dinding karya perupa terkenal Indonesia Eko Nugroho. Ke depan harapannya Artotel menjadi salah satu art space yang jadi destinasi pilihan baik bagi perupa maupun tamu, ” ujar Wahyu.

Pameran Hana dan Pujo yang dibuka , Sabtu (9/4/2022) ini menaja 14 sketsa dan 1 mural karya Hana dan Instalasi karya Pupung panggilan karib dari Pujo Nugroho. Dalam pameran yang dikuratori Tommy Ary Wibowo ini Hana memajang 7 sketsa hasil survey dan pengamatannya selam di Maumere , 1 keping karya mural yang menurut Hana merupakan resume atau saripati pengejawantahan dari 7 sketsa yang dibuatnya. Kemudian ditambah dengan 7 sketsa yang dilukis belakangan konon berdasarkan foto ekslusif.
Hana juga punya alas an, mengapa dia menampilkan7 karya dan satu mural yang dihasilkan di Maumere. Pasalnya, angka tujuh di Maumere merupakan angka sakral. Contoh kongkretnya, lanjut Hana, oaring kalau mau membangun rumah, untuk ritual dan menghormati leluhurnya akan mengambil tujuh batu yang ada di lahannya.

Dalam artis talk yang dimoderatori Brigitan Argasiam., Hana mengungkapkan mengapa memilih Maumere (NTT) menjadi tujuan residensinya. “Saya sesekali pengen jadi mayoritas Maumere mayoritas masyarakatnya pemeluk katholik. Saya juga ingin membaca dari dekat isu-isu gereja di Maumere. Di Maumere gereja melebur dengan tradisi, ” ujar Hana.
Menurut pengamatan Hana, gereja di Maumere punya andil yang besar dalam kehidupan sosial. Anak-anak sekolah banyak disokong biayanya dari gereja. Maka tak heran kalau sekolah seminari bertumbuhkembang di Maumere. “Masyarakat memilih menyekolahkan anak-anaknya ke Seminari, karena gratis,” kisah Hana.
Dalam gelaran pameran ini Pujo Nugroho alias Pupung menaja karya instalasi bertajuk :”Sepetak Imajinasi di Antara Warna -warni (Bencana) “..Pupung menyajikan karya indtalasinya dengan media lego. Dengan karya instalasinya ini Pupung ingin mengajak masyarakat lebih mengenal mitigasi bencana. “Berdasarkan data, Palu merupakan kota yang rawan bencana. Ibaratnya taka da sejengkal tanah di Palu yang aman dari bencana,” ujar Pupung.
Mengulik dari infografis tersebut dapat dilihat bahwa setiap jengkal tanah di Palu memiliki potensi bencana alamnya masing-masing, mulai dari gempa, longsor, likuifaksi, hingga tsunami. Belum Iagi bencana-bencana akibat akumulasi aktivitas harian manusia seperti meluapnya air sungai akibat penumpukan sampah, atau banjir bandang karena aktivitas pertambangan yang mengharuskan pembukaan lahan di kawasan- kawasan dataran tinggi di pinggiran kota. Konon asal usul nama Palu sendiri berasal dari kata topalu’e yang dalam bahasa Kailisuku asli Palu-berarti tanah yang terangkat.
“Pengetahuan akan lingkungan alam dan potensi bencana yang terdapat di Palu sebenarnya sudah diwariskan oleh nenek moyang melalui folklore. Cerita-cerita rakyat tersebut masih populer di masyarakat dan dituturkan secara turun temurun,” ujar Pupung.
Pupung ingin mengedukasi masyarakat dengan alterantif lain melalui pendekatan karya seni yaitu lewat permainan lego. Maka pupung membuat karya seni instalasi berupa lego yang disusun di atas meja yang menggambarkan wilayah kota Palu dengan membagi zona-zona dengan pembeda berupa warna-warna lego.
Pupung melalui karya seni berbasis interaksi yang bertajuk : “Sepetak Imajinasi di Antara Warna-warni (Bencana)” , mengajak masyarakat untuk melihat kelindan antara tata kota dengan pengetahuan akan potensi bencana yang ada beserta mitigasinya.
“Saya mencoba menginrervensi data dan informasi tentang kota menggunakan medium artistik dan diartikulasikan secara dinamis. Membiarkan ilmu pengetahuan dan praktik seni saling tarik-ulur melengkapi. Lalu mengimbuhi unsur permainan sebagai sarana interaksi dan berbagi informasi yang menyenangkan, partisipatif, dan setara,” ujar Pupung membeberkan konsep karyanya. (Christian Sqputro)




