Sumaterapost.co | Pringsewu – Konferensi cabang ( Konfercab) Nahdlatul Ulama Cabang Bandar Lampung ke IX terkesan dagelan saja yang penting terlaksana. Hal ini diungkapkan oleh Jupri Karim wakil sekretaris Tanfidziyah NU Kota Bandar Lampung (Balam) dalam releasenya kepada Sumaterapost.co.
Menurut Jupri yang juga sebagai Ketua Masyarakat Peduli Demokrasi dan Hukum (MPDH) ini, Petahana sekarang diduga berambisi dapat terpilih lagi, nanti bisa menjadi poin yang dapat digunakan untuk meningkatkan jabatan di suatu birokrasi di Pemda Kota Bandar Lampung, misalnya menjadi Kadis atau setingkatnya atau setidak-tidaknya dapat mempertahahankan posisi sekarang sebagai Camat. Ujar mantan Komisioner KPU Mesuji.
Jupri menegaskan bukan tanpa alasan hal ini dapat dilihat dari pola mereka membentuk kepanitian terkesan sembunyi-sembunyi dan bahkan tertutup hanya diinformasikan bagi pihak-pihak tertentu saja.
Sementara itu orang-orang yang selama ini kritis untuk kebaikan organisasi disingkirkan.
Apakah ini sikap dan karakter pemimpin? Tanya Jupri, salah satu wakil sekretaris tanfidziyah NU Kota Bandarlampung yang juga seorang aktivis pegiat demokrasi dan hukum itu.
Menurut pengakuan banyak pihak terkait, ternyata banyak juga Majelis Wakil Cabang (MWC) yang merasa tidak nyaman dengan kepemimpinan ketua PC Ichwan Adji Wibowo saat ini.
Mereka mengeluhkan tidak ada kegiatan di wilayah kerja mereka, bahkan menurut pengakuan Kang Mamat selaku Komandan Banser Kota Bandar Lampung. Banser tidak pernah memdengar ada kegiatan NU Kota Bandarlampung,
“Kami tidak tahu ada giat apa tidak NU kota ini,” kata beliau beberapa hari yang lalu.
Nah ini kan aneh sekali masak ketua PC NU kok seperti itu. Secara prinsif silakan bercita-cita mau jadi apa itu hak setiap orang, tapi janganlah menggadaikan NU apalagi sampai meninabobokan dan menyepelekan pengurus-pengurus lain bahkan sampai tingkat MWC, dan bahkan sampai Badan otonom (BANOM) pun tidak pernah diajak.
Jadi kontradiksi sekali bicaranya ketua PCNU Kota selama ini bahwa akan mengayomi semuanya dan akan berbuat adil dan seakomodatif mungkin, ternyata itu omong kosong.
Tidak usah bicara lebih jauh seperti memikirkan/mengurus atau melakukan peran di masyarakat luas, misalnya menjaga harmoni antar umat beragama dan masyarakat dsb, urusan mengatur internal organisasi saja tidak bisa, malah yang terbangun skat-skat, friksi-friksi.
Lebih aneh lagi beliau mengatakan bahkan sambil bersumpah yang terbit dalam sebuah media online kemarin hari, selasa tanggal 17 Mei, tidak ada tendesi apapun dalam memimpin organisasi ini sampai bersumpah.
Tapi kok sekretarisnya sendiri dikucilkannya apa gak baca sebelum menandatangani surat-surat sementara beliau sekretaris masih aktif dan sah.
Apa itu buakan tendensius?
“Sekretarisnya saja diabaikan/tidak dianggap sama dia, apalagi jajaran pengurus lain, apalagi MWC apalagi warga Nahdliyin secara umum,” ujar Jupri, putra berdarah asli Lampung Waykanan ini.
“Untuk bisa melihat kebenaran apa yang disampaikan oleh para MWC dan Banom tersebut kita lihat saja jika dia (ketua sekarang) terpilih kembali, pasti nanti tidak dalam waktu lama dia langsung jadi kadis atau paling tidak dapat melangengkan posisi sekarang (sebagai camat),” pangkasnya.
“Tidak masalah sebenarnya seperti itu asalkan bisa maslahat bagi orang banyak dan jangan menjadikan NU sebagai alat bergaining politik praktis karena itu bukanlah tujuan didirkannya NU oleh para ulama terdahulu,” kata Jupri yang juga ketua Masyarakat Peduli Demokrasi dan Hukum ini (MPDH).
(Andoyo)




