Eric Hermawan
Wakil Ketua KADIN Indonesia dan Staf Pengajar STIAMI Jakarta
SumateraPost – Naiknya biaya layanan jemaah haji yang ditetapkan oleh Pemerintah Saudi Arabia memicu permasalahan. Sekalipun dari hasil rapat Komisi VIII DPR RI dengan Kementerian Agama serta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memutuskan untuk menalangi kekurangan Rp.1,5 triliun agar jemaah tidak terbebani biaya tambahan. Jumlah fantastis itu didapat dari hasil manfaat dari dana-dana hajia lalu yang semula dikelola oleh BPKH. Jika masalah kembali terulang apakah skema ini akan tetap efektif mengingat besaran dana itu.
Ada sekitar 92 ribu orang calon jemaah haji tahun ini yang akan berangkat, subsidi Rp.1,5 triliun terlampau besar diluar prediksi. Tahun lalu, sudah ada aba-aba kemungkinan kenaikan dana akomodasi haji dari pihak Arab Saudi. Namun pemerintah terlilat lamban, lobi yang dilakukan oleh Menteri Agama pada pihak Arab Saudi tidak berbuah manis. Apalagi dana talangan dari dana jemaah haji sebelumnya terbilang paling fantastis.
Pemerintah harus yakinkan publik jika tahun depan akanberkomintmen untuk melobi untuk menurunkan biaya atau mempertahankan ketetapan yang sudah ada. Subsidi besar pemerintah akan menggangu keseimbangan sistem fiskal keuangan negeri ini. Apalagi tahun depan kuota haji kemungkinan kembali normal yakni 220 ribu jemaah. Kewaspadaan ini mengingatkan kita kembali bahwa pemerintah harus hati-hati pada amanat dana ummat ini.
Hitungan subsidi harus transparan dan kredibel, perkara dana haji ini teramat sensitif dan tidak menguntungkan bagi kelembagaan Kementerian Agama jika didapati kekeliruan. Sudah ada dua kasus pidana yang menyeret dua menteri pada Kementerian Agama ini. Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun 2012-2013.
KPK menduga Suryadharma Ali menggunakan dana haji untuk membayari pejabat Kementerian Agama dan keluarganya naik haji serta melakukan penggelembungan harga (mark up) katering, pemondokan, dan transportasi jemaah haji. Kasus lainnya menimpa Menteri Agama periode 2001-2004, Said Agil Husin Al Munawar, juga tersangkut korupsi dalam pengelolaan dana abadi umat yang berasal dari setoran haji, sebesar Rp 275,9 miliar. Pada 2006, Said Agil dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi dan didakwa selama 5 tahun penjara.
Langkah pemerintah mengeluarkan dana kemanfaatan itu sebenarnya terbilang baik. Mengingat mendiamkan dana haji juga penuh dengan risiko. Pertama, jelas tidak memiliki kebermanfaatan bagi jamaah, umat, bahkan perekonomian secara luas. Kedua, dana yang didiamkan juga rawan tergilas inflasi dan fluktuasi valas, sehinga risikonya biaya pelunasan yang harus ditanggung jamaah juga makin tinggi, parah-parahnya jamaah tidak bisa berangkat saat jatuh tempo pelunasan.Ketiga, dengan melakukan investasi terhadap dana tersebut akan ada risiko kerugian yang akan membuat penyelenggara kesulitan dana.
Tahun ini, Negara telah diamanahi untuk mengelola Rp.163 triliun itu maka berkewajiban menyeimbangkannya pada wilayah pemberdayaan. Bahkan keuntunan hasil investasi per-April 2022 mencapai Rp. 3,34 triliun. Pemerintah juga harus menyelesaikan persoalan yang diminta publik untuk melakukan audit hasil keseluruhan investasi dana jemaah ini. Di sisi lain, BPKH belum pernah menjabarkan pada lembaga apasaja mereka berinvestasi.




