Sumaterapost.co l Jakarta – Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Dr Karomani perankan tiga pejabat teras dalam Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Ketiganya terlibat lansung penerimaan uang sogok dari para orang tua calon mahasiswa.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut mekanisme penerimaan uang sogok dari orang tua calon siswa lewat dua pejabat penting Universitas Lampung (Unila). Seperti Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila, Budi Sutomo dan Ketua Senat Muhammad Basri
Kedua pejabat tersebut diberi tugas khusus dari Rektor Unila. Sebagai penerima uang hasil sogokan. Setelah terkumpul sejumlah uang tersebut, kemudian dipindahkan dalam bentuk deposito dan emas batangan. Total uang sogok yang diterima berjumlah Rp 4,4 miliar.
“Uang yang terkumpul melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri dialih dalam bentuk tabungan deposito dan emas batangan dan uang tunai hingga berjumlah sekitar Rp 4,4 Miliar,” kata Nurul Ghufron kepada wartawan, Minggu, (21/8/2022).
Dijelaskan, dalam proses Simanila, Rektor Unila memberi tugas khusus pada Heryandi sebagai Wakil Rektor I bidang Akademik Unila. Sedangkan Muhammad Basri dan Budi Sutomo diberi peran sebagai pengumpul uang dari para orang tua calon mahasiswa. Setelah dinyatakan lulus oleh sang rektor.
“KRM memberi peran dan tugas khusus pada Heryandi, Muhammad Basri dan Budi Sutomo sebagai pengumpul hasil sogokan dari para orang tua yang jumlahnya telah disepakati sebelumnya sesuai saran KRM,”ujarnya.
Kini KPK telah menetapkan Rektor Unila Prof Dr Karomani sebagai tersangka, setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (19/8). KPK juga menangkap tujuh orang di tiga lokasi berbeda yakni di Lampung, Bandung dan Bali.
Rektor Unila disinyalir mengatur langsung jalannya kelulusan hasil Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Dia juga yang menentukan jumlah uang sogok, dengan nilai nominal berbeda mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 350 juta.
Saat OTT, KPK menyita uang tunai sebesar Rp 414,5 juta, bukti slip setoran deposito Rp 800 juta. Termasuk menyita kunci safe deposit box berisi emas senilai Rp 1,4 miliar. Termasuk menyita ATM dan buku tabungan senilai Rp 1,8 miliar.
Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(Den)




