Ogan Ilir – Sengketa lahan melibatkan paman dan keponakan terjadi di Ogan Ilir, tepatnya Desa Tanjung Temiang Kecamatan Tanjung Raja.
Sengketa lahan tersebut kini telah memasuki tahap persidangan.
Hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung pun turun ke lokasi sengketa lahan di wilayah Desa Tanjung Temiang itu.
Pihak penggugat atas nama Sary Puspita menyebut pihak tergugat yang bernama Abdul Muis, diduga telah melawan hukum dengan menduduki lahan miliknya.
“Pemeriksaan di lokasi objek (sengketa oleh hakim PN) merupakan tindak lanjut tuntutan kami. Bahwa kami dari pihak penggugat menyatakan ada perbuatan melawan hukum,” kata Abdul Jafar, kuasa hukum dari penggugat, Jumat (13/10/2023).
Dijelaskan Jafar, kliennya memiliki lahan seluas 2,4 hektare, namun sebagian lahan tersebut berdiri bangunan rumah milik tergugat.
Lahan milik orang tua Sari tersebut diketahui telah bersertifikat sejak 2013 lalu dan diklaim memiliki kekuatan hukum.
“Di atas tanah yang kami klaim ini adalah tanah bersertifikat atas nama Aspani (orang tua klien). Kemudian tergugat menduduki lahan, padahal sudah jelas tanah milik klien kami,” jelas Jafar.
Mengenai alat bukti lain yang menguatkan hak kepemilikan lahan tersebut, Jafar menyebut pihaknya akan membuktikan di pengadilan.
Pengecekan patok dan luas lahan oleh hakim PN, disebut Jafar sebagai kesempatan baik bagi kliennya.
“Kita akan berargumen di pengadilan. Nanti pengadilan lah yang menilai dan kami selaku penggugat memiliki dasar yang menurut kami legal,” tegas Jafar.
Sementara tergugat Abdul Muis melalui kuasa hukumnya mengaku memiliki lahan seluas 5.824 meter persegi yang berada dalam area lahan milik Sary Puspita.
“Itu tanah milik klien kami. Kami mempunyai bukti alas hak yang dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Syafatturrahman, kuasa hukum Muis.
Syafatturrahman menjelaskan, kliennya membeli tanah, diantaranya seluas setengah hektare tersebut dari seseorang pada tahun 1995.
Pihaknya mengaku terkejut karena pihak penggugat mengklaim memiliki sertifikat tanah yang dibuat pada tahun 2013.
Menurut Syafatturrahman, sertifikat tanah milik Sary dikeluarkan tanpa persetujuan pemilik lahan di sekitarnya.
“Kami melihat pihak penggugat memiliki sertifikat yang boleh dikatakan proses pembuatannya itu tidak melibatkan para pemilik lahan di sekitarnya,” ungkap Syafaturrahman.
Dia menambahkan, “Sebagai contoh, ada namanya Pak Sulaiman salah seorang pemilik lahan dekat lahan yang diklaim penggugat. Pada saat pembuatan sertifikat di tahun 2013 itu, tidak melibatkan Pak Sulaiman,” imbuhnya.
Pihak tergugat pun mempertanyakan dasar penentuan batas lahan yang diklaim oleh pihak penggugat.
“Yang ditonjolkan hanya sertifikat yang dipertanyakan itu. Sementara hak milik tanah tidak ditonjolkan didapat dari mana,” kata Syafatturrahman.
Masih katanya, dari pemeriksaan ini terlihat bahwa pihak penggugat tidak bisa menunjukkan batas-batas yang ia klaim hak miliknya.
“Dia hanya menunjukkan patok tanah saja, untuk luasnya sendiri dia pun tidak tahu. Jadi, hak milik yang diklaimnya itu patut untuk dipertanyakan”, tandasnya.
Hakim Pengadilan Negeri Kayuagung, Dani mengatakan bahwa klaim kepemilikan lahan oleh kedua belah pihak dapat dibuktikan di persidangan.
“Kami hari ini hanya mencatat batas dan luas lahan, serta pihak mana saja yang mengklaim lahan tersebut,” tungkasnya. Demikian Kabar Laporan Jurnalis Ogan Ilir-Sumsel Indonesia