Sumaterapost.co | Tanjungpinang – Ketua Kelompok Diskusi Anti86 (Kodat86) Kepri, Cak Ta’in Komari SS menilai penyidik Polda Kepri sudah bisa meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan dan menerbitkan SPDP dalam kasus dugaan korupsi honorer fiktif di sekretariat DPRD Provinsi Kepri. Selain itu, Polda Kepri juga bisa menetapkan penanggung jawab anggaran sebagai tersangka.
“Melihat unsur pidananya sudah masuk alat bukti, maka untuk status penyidikan dan penetapan tersangka saya kira sudah cukup juga,” kata Cak Ta’in mengomentari melalui telpon WhatsApp kepada Media ini Rabu (20/12/2023).
Menurut Cak Ta’in, ketika penyidik Polda menyatakan menemukan kasus honorer fiktif itu sudah menunjukkan satu alat bukti. Bahkan sudah memeriksa saksi-saksi langsung dan tidak langsung, kemudian ditambah dengan keterangan ahli hukum pidana, menurutnya itu sudah cukup jadi alat bukti meningkatkan status ke penyidikan untuk menerbitkan SPDP dan menetapkan tersangka.
“Kalau lihat dari pernyataan penyidik di Media beberapa kali itu sudah cukup menetapkan seseorang menjadi tersangka,” ujar Cak Ta’in.
Mantan Dosen Unrika Batam itu juga menjelaskan, temuan honorer fiktif di DPRD Provinsi Kepri dari 2021 sampai dengan 2023 itu sudah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 9 UU No.31 tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 263 KUHP.
“Pointernya adalah setiap orang pegawai negeri atau pejabat negara; memperkaya atau menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi; dengan melawan hukum; menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana jabatan; dan dapat merugikan keuangan negara,” jelas Cak Ta’in.
Lebih lanjut Cak Ta’in menegaskan, tindakan korupsi itu bukan soal jumlah atau besaran angka duit yang dikorupsi, tapi subtansi unsur tindakannya. Maka dengan kalimat honorer fiktif saja sudah memenuhi unsur pidana pemalsuan, pegawai negeri atau pejabat, dan penggelapan uang, merugikan negara dan sebagainya.” Kita berharap penyidik Polda Kepri serius tuntaskan kasus tersebut,” tegasnya.
Dirinya menambahkan, jumlah honorer yang direkrut hingga sebanyak 219 orang itu saja sudah tidak wajar. Anggota DPRD Provinsi Keprinya cuma 45 orang, di sekretariat DPRD Provinsi itu pasti ada ASN-nya.” Tenaga honorer sebanyak itu buat apa? Mau mengerjakan apa? Maka berbagai modus digunakan di situ.” urainya.
“Yang lebih menarik kalau penyidik sudah menemukan dan mengumumkan soal aliran dananya. Gak mungkin cuma pejabat ASN yang menggunakan. Sementara pengguna anggaran pimpinan dewannya,” tambah Cak Ta’in menutup penyampaiannya kepada Media ini.
Hingga berita ini diturunkan, Awak Media ini belum dapat melakukan konfirmasi lebih lanjut kepada pihak-pihak yang berkaitan.(T.4z)




