Sumaterapost.co | Pringsewu – Ketua Jaringan Masyarakat Mentang Perdagangan Orang (JMMPO) Kabupaten Pringsewu,
SR.M. Katarina FSGM yang juga sebagai pengurus Talitha Kum Indonesia mengikuti Konferensi nasional Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO) di Yello Hotel, Harbour Bay, Batam, Kepulauan Riau.
Kegiatan yang berlangsung dari selasa hingga Kamis, (30 /7 -1/8) diikuti oleh 30 peserta dari berbagai lembaga organisasi Anti TPPO di Seluruh Indonesia.
Sr. M. Katarina FSGM, mengatakan, Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO)
adalah jejaring yang didirikan pada tahun 2018 atas dasar kesepahaman dan
kesepakatan beberapa organisasi kemanusiaan dan individu yang berkomitmen pada isu TPPO.
Jarnas Anti TPPO hadir sebagai jawaban terhadap kegelisahan atas permasalahan TPPO, baik dari sisi penegakan hukum, proses reintegrasi korban, maupun hal-hal terkait lainnya.
Saat ini, terdapat berbagai lembaga yang
bergabung dengan Jarnas Anti TPPO dari berbagai wilayah di Indonesia.
Lebih lanjut Sr. M.Katarina FSGM, mengatakan, Melalui kerja berjejaring, Jarnas Anti TPPO melakukan serangkaian upaya yang berfokus pada empat bidang, yakni:
(i) Penelitian dan Pengembangan (Litbang):
(ii) Mengumpulkan data dan menganalisis situasi terkini TPPO.
(iii) Advokasi: Memperjuangkan kepentingan korban TPPO. Kampanye:
(iv) Meningkatkan kesadaran masyarakat luas dan melakukan penggalangan dana. Reintegrasi Korban: Memastikan proses reintegrasi korban berjalan dengan baik.
Tentunya, hal ini membutuhkan kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintahan, lembaga masyarakat, sektor swasta, akademisi, dan media.
Situasi perdagangan orang di Indonesia sampai saat ini masih terus terjadi.
Meskipun serangkaian upaya telah dilakukan, tetap saja masih ada kerentanan di masyarakat yang dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan orang untuk merekrut dan mengeksploitasi korban.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online
Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada 2019-2023, terdapat 2.007 kasus TPPO dan 2.265 korban TPPO. Dari data tersebut, mayoritas korban
adalah kelompok rentan: perempuan sebanyak 47% (1.063 orang), anak
perempuan sebanyak 45% (1.014 anak), laki-laki dewasa sebanyak 2% (46 orang),
dan anak laki-laki sebanyak 6% (142 anak).
Kementerian Luar Negeri juga
mengungkapkan peningkatan kasus perdagangan orang. Sepanjang tahun 2022,
ada 752 kasus yang berhasil diungkap, naik 100 persen dibanding tahun
sebelumnya yang sebanyak 361 kasus. Lokasi rawan TPPO adalah daerah-daerah
yang merupakan kantong-kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Dengan masih tingginya angka perdagangan orang di Indonesia, hal ini menjadi
pekerjaan rumah yang perlu dilakukan secara berkelanjutan agar tindak pidana
perdagangan orang di Indonesia bisa turun secara signifikan dan hilang
seluruhnya. Semua pemangku kepentingan, baik di pusat maupun di daerah, serta
masyarakat di setiap tingkatan, perlu terlibat dalam upaya ini.
Diperlukan penguatan terhadap semua pemangku kepentingan di semua lapisan terkait. Ujar Aktivis Perempuan dari lembaga Talitha Kum Indonesia yang juga Ketua JMMPO Kabupaten Pringsewu. (andreas)




