Ditulis oleh Muhammad Iqbal
Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Pemerintahan UNILA
Sumaterapost.co. Kita flashback kembali ingatan kita bahwa pada tanggal 18 Januari 2022 telah ditetapkan sebagai hari bersejarah bagi bangsa Indonesia dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang oleh DPR RI dan Pemerintah. Dengan demikian, Indonesia akan mempunyai IKN yang baru menggantikan Jakarta.
Sebenarnya ide pemindahan IKN pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno tanggal 17 Juli 1957. Presiden Soekarno memilih Palangkaraya sebagai IKN dengan alasan Palangkaraya berada di tengah kepulauan Indonesia dan wilayahnya luas. Tetapi sayangnya ide Soekarno tersebut tidak pernah terwujud. Sebaliknya, Presiden Soekarno menetapkan Jakarta sebagai IKN Indonesia dengan UU Nomor 10 Tahun 1964 pada tanggal 22 Juni 1964.
Pada masa Orde Baru, tahun 1990-an, ada juga wacana pemindahan IKN ke Jonggol. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, wacana pemindahan IKN muncul kembali karena kemacetan dan banjir yang melanda Jakarta. Terdapat tiga opsi yang muncul pada saat itu yaitu : 1) Tetap mempertahankan Jakarta sebagai IKN dan pusat pemerintahan dengan melakukan pembenahan, 2) Jakarta tetap menjadi IKN tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain, dan 3) membangun IKN baru (TEMPO Co).
Ide Pemindahan IKN, baru serius direncanakan dan digarap oleh Presiden Joko Widodo. Pada tanggal 29 April 2019, Jokowi telah memutuskan untuk memindahkan IKN keluar pulau Jawa dan telah dicantumkan dalam RPJMN 2020-2024.
Lantas timbul pertanyaan apa sebenarnya urgensi pemindahan IKN pada era Presiden Jokowi ? Melihat rencana dan langkah cepat Presiden Jokowi untuk memindahkan IKN di atas, kita perlu memahami urgensi pemindahan IKN keluar pulau Jawa. Pertama, menghadapi tantangan masa depan. Sesuai dengan Visi Indonesia 2045 yaitu Indonesia Maju, ekonomi Indonesia diproyeksikan akan menjadi lima besar dunia pada tahun 2045. Pada tahun tersebut diperkirakan Produk Domestik Bruto per kapita sebesar US$ 30.000 per tahun. Kemudian pada Tahun 2036, diperkirakan Indonesia akan keluar dari middle income trap. Oleh sebab itu, dibutuhkan perubahan ekonomi untuk mencapai Visi Indonesia 2045. Transformasi ekonomi didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi yang dimulai dari tahun 2020-2024. Oleh sebab itu dibutuhkan IKN yang dapat mendukung dan mendorong transformasi ekonomi tersebut.
Kedua, IKN harus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata termasuk di Kawasan Timur Indonesia. Selama ini, Jakarta dan sekitarnya terkenal sebagai poros segalanya (pemerintahan, industri, investasi, teknologi, budaya dan lain-lain). Tidak mengherankan jika perputaran uang di Jakarta mencapai 70%, padahal luas wilayahnya hanya 664,01 km² atau 0.003% dari total luas daratan Indonesia yaitu sekitar 1.919.440 km². Sementara jumlah penduduknya mencapai 11,34 juta jiwa pada Desember 2023 atau sekitar 4% dari jumlah penduduk Indonesia yaitu 280,73 juta jiwa (data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Tahun 2023).
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia. Pembangunan hanya tersentralisasi di Jakarta dan sekitar pulau Jawa. Kondisi ini kurang baik untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diharapkan sustainable, tidak dimanfaatkannya potensi daerah secara optimal, kurang mendukung keadilan antar daerah, dan rentan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh sebab itu dibutuhkan pemindahan IKN yang dapat menjawab tantangan tersebut. IKN yang berlokasi di Kalimantan Timur diharapkan menjadi “pusat gravitasi” ekonomi baru di Indonesia termasuk di kawasan tengah dan timur Indonesia.
IKN baru diharapkan dapat menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan memaksimalkan potensi sumber daya daerah disekitarnya.
Ketiga, kondisi Jakarta yang sudah tidak cocok lagi sebagai IKN. Hal ini bisa dilihat dari beban yang harus ditanggung oleh Jakarta antara lain : 1) Kepadatan penduduk mencapai 17.153 jiwa/km² sementara kepadatan penduduk Indonesia hanya 147 jiwa/km² menurut laporan Badan Pusat Statistik pada Tahun 2023. 2) Kemacetan Jakarta yang merupakan kota termacet nomor 10 di dunia tahun 2019 walaupun menurun menjadi nomor 30 dari 387 kota besar di 55 negara pada tahun 2023 (TomTom Traffic Index). 3) Masalah lingkungan yang telah akut antara lain banjir yang setiap tahun melanda Jakarta dan terjadinya penurunan tanah yang mengakibatkan sebagian wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut.
Pemindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur pasti banyak menuai pro dan kontra bagi publik. Namun kita sebagai negara demokrasi, pada saat Negara telah mengeluarkan sebuah kebijakan dan memutuskan untuk memindahkan IKN dengan proses demokrasi melalui Undang-Undang, sikap yang seharusnya adalah seluruh komponen bangsa wajib mendukung. Bangsa Indonesia perlu meminimalisasi ekses dalam pemindahan IKN. Pemerintah pasti telah melakukan berbagai kajian dan riset terlebih dahulu guna untuk mendapatkan bahan pertimbangan mengapa mereka memilih Kalimantan Timur sebagai lokasi yang tepat untuk menjadi IKN yang baru. Tentunya tidak ada satu keputusan apapun yang akan memuaskan seluruh rakyat, namun keputusan yang memberikan manfaat lebih besar kepada bangsa Indonesia harus didukung sebagai wujud kecintaan dan bakti untuk NKRI.




