Penulis: Angga Puja Asiandu, S.Si., M.Sc (Mahasiswa Program Doktor Biologi UGM)
Pada zaman dahulu, sistem pengawetan makanan tidak seperti sekarang. Masyarakat harus memutar otak untuk menyimpan bahan makanan mereka agar dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lama. Salah satu metode yang dikembangkan pada saat itu yaitu proses fermentasi yang memanfaatkan berbagai macam mikrooganisme.
Metode pengawetan makanan tersebut masih banyak dipakai hingga saat ini, baik bagi masyarakat umum maupun industri. Indonesia sendiri memiliki berbagai macam makanan hasil fermentasi seperti tempoyak, dadi, tape, hingga terasi.
Adapun salah satu makanan fermentasi yang dapat dijumpai di Sumatera Selatan yaitu Kembuhung. Makanan tersebut dapat dijumpai di beberapa wilayah di Sumatera Selatan, seperti yang dijumpai pada Suku Besemah, Kota Pagar Alam.
Kembuhung biasanya terbuat dari ikan sungai seperti ikan semah, ikan nila dan ikan mujair yang difermentasi dengan menambahkan nasi dan sedikit garam, serta didiamkan selama 7 hari dalam wadah yang tertutup rapat. Selain itu, kembuhung dapat pula dibuat dari kerang air tawar seperti kijing, dan tulang maupun daging sisa yang tidak habis dimakan.
Cita rasa yang dihasilkan tidak terlalu berbeda, namun Penulis sendiri sangat menyukai kembuhung yang dibuat dari kerang maupun daging. Hal ini dikarenakan rasa yang dihasilkan lebih gurih daripada kembuhung berbahan dasar ikan. Adapun pembuatan kembuhung dari sisa-sisa daging ataupun tulang tersebut sangat bermanfaat dalam mengoptimalkan penggunaan bahan makanan karena mendukung gerakan zero food waste yang kini banyak digaungkan.
Apa yang Menarik dari Kembuhung?
Sebagai makanan hasil fermentasi, kembuhung memiliki bau khas yang sangat kuat. Selain itu, proses fermentasi yang melibatkan nasi dan ikan atau daging sisa tersebut menghasilkan tekstur dan warna yang kurang menarik, sehingga makanan tersebut sering kali disebut sebagai “nasi basi” oleh sebagian masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat yang tidak menyukai makanan tradisional satu ini.
Namun demikian, bagi para pecinta kembuhung, bau khas yang kuat tersebut merupakan salah satu alasan utama mengapa mereka menyukai kembuhung. Setelah dimasak dengan berbagai macam bumbu, aroma khas tersebut sangatlah menggoda selera dan menggoyang lidah para penggemarnya.
Sama halnya dengan ikan asin, ketika seseorang memasak kembuhung, aroma khasnya akan tersebar di sekitar rumah tersebut. Hal inilah yang mengundang rasa lapar bagi para pecintanya. Memang, bagi para pecinta kembuhung, cita rasa asam dan gurih yang dipadukan dengan aroma khas tersebut dipercaya sebagai peningkat napsu makan. Selain itu, ikan maupun daging yang difermentasi bersamaan dengan nasi tersebut memiliki tekstur yang sangat lembut dan lunak, sehingga sangat mudah untuk dimakan.
Pengawet Alami dalam Kembuhung
Seperti makanan fermentasi lainnya, kembuhung dibuat melalui proses fermentasi yang melibatkan berbagai macam bakteri yang secara alami terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan. Mikroorganisme tersebut dikenal sebagai Bakteri Asam Laktat atau BAL, seperti Lactobacillus. BAL merupakan kumpulan bakteri yang mampu menghasilkan senyawa asam yang menghasilkan bau khas produk makanan hasil fermentasi.
Namun, siapa sangka, ternyata bau khas yang sedikit menyengat tersebut mempunyai segudang manfaat bagi manusia. Cairan asam yang menimbulkan bau khas yang dihasilkan dari proses fermentasi tersebut mempunyai kemampuan mengawetkan bahan makanan dengan baik. Senyawa asam dengan pH (derajat keasamaan) 3 hingga 4 tersebut dapat mencegah pertumbuhan bakteri patogen atau penyebab penyakit pada bahan makanan.
Sehingga, bahan makanan yang difermentasi tersebut aman dari bakteri patogen.
Namun apakah kembuhung aman dikonsumsi manusia? Tentu saja jawabannya aman. Kembuhung sama seperti produk makanan fermentasi lainnya, seperti yoghurt dan keju, semuanya diawetkan dengan menggunakan mikroorganisme yang baik bagi tubuh, yaitu mikroorganisme yang tidak menghasilkan racun dan tidak menginfeksi tubuh, sehingga sangat aman untuk dikonsumsi. Dengan kemampuan tersebut, mereka dapat dimanfaatkan sebagai pengawet makanan alami pengganti pengawet makanan berbahaya seperti formalin.
Apa Manfaat Kembuhung Bagi Kesehatan?
Sebagai probiotik, Bakteri Asam Laktat tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet makanan alami (food preservatives). Bakteri Asam Laktat yang tumbuh subur di dalam kembuhung juga menghasilkan berbagai macam senyawa antibakteri atau antimikroba seperti bakteriosin. Bakteriosin merupakan senyawa yang dapat menghambat bahkan menghalangi pertumbuhan bakteri patogen, sehingga sangat baik dalam mempertahankan kekebalan tubuh dari serangan berbagai macam sumber penyakit.
Apalagi pada saat ini, berbagai macam kasus resistensi antibiotik telah banyak dilaporkan dan sangat meresahkan dunia kesehatan. Sehingga, bakteriosin dapat dimanfaatkan sebagai sumber antibiotik alami yang lebih aman bagi tubuh.Bakteriosin juga telah banyak dilaporkan dapat menurunkan kadar kolesterol di dalam tubuh, dapat pula menurunkan produksi enzim Angiotensin Converting Enzyme sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Bahkan, seperti yang dilaporkan oleh Joseph dkk pada tahun 2013, bakteriosin dapat digunakan dalam melawan bakteri-bakteri patogen pada luka penderita diabetes.
Apa Manfaat Kembuhung Bagi Ketahanan Pangan dan Lingkungan?
Sebagai makanan yang biasanya dibuat dari sisa-sisa nasi dan ikan ataupun daging yang tidak habis dikonsumsi, kembuhung sangat bermanfaat dalam mengurangi laju akumulasi limbah makanan di lingkungan. Sehingga dapat mewujudkan zero food waste guna mendukung program ketahanan pangan dari pemerintah. Hal ini sesuai dengan World Food Program dan United Nations. World Food Programme menyebutkan bahwa tingginya akumulasi limbah makanan (food waste) berkorelasi dengan tingkat kelaparan (hunger) yang terjadi di dunia. Bahkan, jika dikonversi, total kehilangan makanan akibat pembuangan makanan secara global mencapai USD 1 triliun, atau lebih dari dengan Rp. 15.000 triliun. Adapun gerakan zero food waste diharapkan mampu menurunkan laju pembuangan makanan tersebut. United Nations juga menyebutkan bahwa pengurangan limbah makanan (food waste) dapat menurunkan laju kelaparan (hunger) yang terjadi di dunia.
Kembuhung di Era Globalisasi
Kembuhung bukan hanya suatu warisan produk pangan dari leluhur, tetapi juga merupakan sumber kekayaan ilmu. Jika dikaji secara sains, pembuatan kembuhung yang telah dilakukan oleh nenek moyang tersebut merupakan suatu bentuk aplikasi dari bioteknologi pangan. Meskipun pada zaman dahulu mereka belum mengenal Bakteri Asam Laktat maupun mengenal tentang bioteknogi, mereka telah mampu menciptakan teknik pengolahan bahan makanan dengan menerapkan prinsip-prinsip bioteknologi sederhana.
Namun demikian, makanan fermentasi satu ini cukup sulit di temukan. Bahkan, sangat sulit menemukan rumah makan di Sumatera Selatan, khususnya Kota Pagar Alam, yang menyediakan olahan kembuhung. Kembuhung hanya dibuat oleh individu tertentu yang biasanya masyarakat pedesaan dan tergolong sudah berumur. Lalu bagaimana dengan generasi muda? Sebagian besar tidak mengenal makanan tradisional ini.
Jika pun mereka mengenal makanan tersebut, sebagian besar tidak menyukainya dan lebih menyukai makanan fermentasi dari negara lain, seperti kimchi. Bukan tidak mungkin, dengan derasnya arus globalisasi yang terjadi, makanan khas warisan nenek moyang ini akan hilang.
Sehingga perlu adanya program sosialisasi maupun improvisasi produk olahan kembuhung agar dapat diterima oleh masyarakat umum terutama generasi muda. Improvisasi tersebut meliputi pengolahan produk akhir, cita rasa, warna, hingga bau yang harus disesuaikan dengan keadaan pasar. Hal ini penting dilakukan dikarenakan manfaat kesehatannya yang sangat potensial, apalagi di masa sekarang banyak timbul penyakit-penyakit yang mengerikan. Penulis sangat berharap akan adanya program peningkatan nilai / value produk olahan kembuhung tersebut yang tentu juga berguna untuk mendukung gerakan zero food waste demi mengurangi limbah makanan di lingkungan.