Semarang – Sekira 260 orang penonton dari berbagai kalangan memadati Gedung Thomas Aquinas, Unika Soegijapranata, Bendan Duwur, Gajahmungkur, Semarang, Sabtu (16/11/2024)
Para apresian menonton premier film documenter bertajuk : ‘Legiun Tulang Lunak’, sebuah film berdurasi 55.32 menit itu besutan Semaya Production House yang berkisah tentang dinamika Kolektif Hysteria memasuki usianya ke 20 tahun.
Wucha Wulandari dari Semaya PH mengatakan, proses pembuatan film ini memakan waktu sekitar 3-4 bulan dan mewawancarai sebanyak 30an lebih nara sumber dari berbagai kalangan. “Kami harus bolak-balik Jogjakarta- Semarang dan mengumpulkan serakan arsip selama 20 tahun terakhir ini,” ujarnya pada awak media.
Menurut Wucha tidak gampang memadatkan perjalanan komunitas selama 20 atahuanan dalam 1 jam film. Makanya dia bisa mafhum jika film ini pasti tidak bisa menggambarkan secara utuh perjalanan Hysteria.
Dua Dasa Warsa Jejak Hysteria
Hysteria sendiri sebagai kolektif seni sudah aktif di Semarang sejak 11 September 2004. Didirikan oleh Yuswinardi lalu diteruskan A Khairudin atau Adin dengan jajaran pengurus baru seperti Purna Cipta, Kesit Wijanarko, Anita Dewi, Titis Wijayanti dan para pengelola artlab lainnya.
Kelompok ini tidak hanya mewarnai dinamika kehidupan seni budaya Semarang tetapi juga mempengaruhi ekosistemnya. Hal itu disampaikan Widyanuari Eko Putra, aktivis Klab Buku Semarang yang hadir memberikan testimoninya selepas pemutaran film.
“Kami sering capek dan rasanya mau berhenti di Semarang dalam mengelola komunitas, tapi tiap kali hendak berhenti lalu ada sepucuk undangan dari Hysteria yang mengapresiasi keberadaan kami, jadi terpantik lagi dan memikirkan ulang keberadaan kami sendiri,” katanya.
Dalam sesi diskusi yang dibuka oleh Walikota Semarang, Hevearita G. Rahayu yang dihadiri oleh anggota DPR RI Samuel Wattimena, Bernadetta L. S., menjadi ajang reuni bagi pegiat seni dan budaya di kota lunpia ini.
Samual Wattimena selaku anggota dewan sangat mengapresiasi hadirnya film dokumenter ini di Semarang karena telah memberikan penanda dan juga inspirasi bagi pegiat lainnya.
“Selaku anggota DPR yang membawahi urusan ekonomi kreatif, pariwisata, dan UMKM, apa yang dilakukan Hysteria sedianya bisa memantik keberanian bagi pegiat lain untuk terus konsisten di jalur yang mereka tekuni,” ujarnya.
Sementara itu Direktur Hysteria A Khairudin menambahkan, premier ini merupakan penutup atas rangkaian program di tahun 2024 sekaligus pembuka untuk program setahun mendatang. “Kami masih menggarap konsep dan mencari sumber pendanaan untuk festival besarnya di tahun 2025 mendatang,” ucapnya.
Pihaknya mempersiapkan serangkaian festival, riset, simposium untuk penyelenggaraan sites specific art project biennale tahun ke lima dengan mengambil tema ‘Tulang Lunak Bandeng Juwana’.
Alih-alih kampanye produk makana, tulang lunak ‘Tulang Lunak Bandeng Juwana’ adalah manifesto seni yang dipromosikan Hysteria untuk menyikapi ekosistem seni dan budaya di Kota Semarang.
‘Untuk bisa bertahan dan panjang umur, di Semarang kita perlu adaptif seperti bandeng yang telah dipresto, begitulah kami memaknai tulang lunak dalam kerja-kerja kebudayaan kami,” tandas Adin sapaan akrab bos Hysteria ini. (Christian Saputro)




