oleh: Imam Ashrofi
Mahasiswa Bimbingan Konseling Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Sumaterapost.co | Pringsewu – Tentu ada banyak kata dan perasaan yang dapat menggambarkan Ramadan. Namun sebelum kita melangkah lebih jauh, mari kita sejenak merenungkan umur kita dan Ramadan yang sudah kita lewati. Sudah berapa kali kita merasakan Ramadan di fase kehidupan kita saat ini? Seberapa maksimal kita beribadah selama bulan suci ini? Dan sejauh mana Ramadan telah memengaruhi hidup kita serta meninggalkan jejak karena keberkahannya?
Apabila pertanyaan-pertanyaan ini tidak dapat kita jawab dengan memuaskan, mungkin saatnya untuk merenungkan dan melakukan evaluasi diri. Apakah kita hanya mengalami rasa lapar dan dahaga? Apakah kita hanya menjalankan ibadah sebagai rutinitas tahunan yang tidak meninggalkan dampak pada hati dan tindakan kita?
Makna Ramadan dalam Lima Huruf
Pertama. Ra – Rahmah (Kasih Sayang). Allah memiliki kasih sayang yang luar biasa kepada para hamba-Nya. Salah satu bukti kasih-Nya adalah penciptaan satu bulan istimewa di mana umat Islam dapat memperbaiki diri dari kesalahan yang dilakukan selama sebelas bulan sebelumnya. Jika Dia memberikan satu bulan khusus di antara sebelas bulan lainnya, pastilah ada suatu keistimewaan yang luar biasa di dalamnya. Oleh karena itu, mari kita berusaha keras untuk meraih kasih-Nya. Jika kita merasa tidak mampu bersaing dengan orang-orang yang saleh dalam meningkatkan ketaatan, minimal kita harus bersaing dengan mereka yang berdosa dalam bertaubat kepada-Nya—karena sesungguhnya kita juga adalah para pendosa.
Kedua. Mim – Maghfiroh (Ampunan). Allah adalah Sang Pengampun, dan di luar bulan Ramadan pun, ampunan-Nya seluas cakrawala bagi hamba yang bertaubat. Namun, di bulan Ramadan, ampunan itu menjadi lebih mudah diakses. Jika kita menjalani Ramadan tanpa merasakan keistimewaan apapun, padahal bulan ini sangat spesial, berarti ada sesuatu yang keliru dalam iman kita. Bukankah hanya di bulan Ramadan orang berlomba-lomba dalam berbuat baik? Bukankah hanya di bulan ini pahala dilipatgandakan, cinta Allah dicurahkan, dan ampunan dilimpahkan? Jika demikian, mengapa kita tidak memanfaatkan bulan ini sebaik mungkin untuk meraih maghfiroh-Nya?
Ketiga. Dhad – Dhaman Minal Jannah (Jaminan dari Surga). Allah menjanjikan surga bagi mereka yang berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh iman dan ketulusan. Surga Ar-Rayyan dikhususkan untuk mereka yang melaksanakan puasa. Namun, sebaliknya, azab juga disediakan bagi mereka yang dengan sengaja melewatkan puasa. Kesungguhan dalam beribadah selama Ramadan adalah kuncinya. Tidak ada jaminan bahwa kita akan kembali bertemu dengan Ramadan di tahun berikutnya. Mungkin saja, Ramadan kali ini adalah satu-satunya kesempatan kita untuk mendapatkan surga-Nya. Jangan pernah meremehkan sekecil apapun amal baik yang kita lakukan, sebab kita tidak tahu amal mana yang akan menjadi tiket kita menuju surga-Nya.
Empat. Alif – Aman Minan Naar (Keamanan dari Api Neraka). Saat bulan Ramadan tiba, setan dibelenggu, pintu neraka ditutup, dan akses ke surga terbuka lebar. Nasihat ini pun sangat sahih. Dengan meningkatkan ketaatan di bulan suci ini, kita akan merasakan jarak yang lebih jauh dari neraka dan kedekatan yang lebih menuju surga. Tidakkah kita jadi lebih mampu mengendalikan diri dari dosa melalui puasa? Bukankah Ramadan mendorong kita untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan menahan emosi? Ramadan bertindak sebagai pelindung yang kuat dari tindakan yang mengantar kita ke neraka.
Ramadan juga dikenal sebagai bulan Al-Qur’an. Segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an pasti memiliki kemuliaan: Allah disebut Al-Karim, Yang Maha Mulia. Malaikat Jibril, yang membawa wahyu, menjadi yang terhormat di antara malaikat. Nabi Muhammad yang menerima wahyu pun dikenal sebagai nabi terhebat. Bulan Ramadan, waktu diturunkannya Al-Qur’an, mengukir diri sebagai bulan terbaik. Malam Lailatul Qadr, yang menjadi saat penurunan Al-Qur’an, adalah malam yang paling istimewa. Kaum Muslim yang dianugerahi Al-Qur’an pun adalah umat yang termulia. Dengan semua ini, bagaimana kita dapat mengabaikan kesempatan Ramadan untuk lebih dekat dengan Al-Qur’an?
Kelima. Nun – Nur Minallah (Cahaya dari Allah). Cahaya iman yang kita peroleh selama Ramadan akan terus bersinar dalam perilaku dan tindakan kita setelah bulan suci berakhir. Seseorang yang berhasil menjalani Ramadan dengan baik akan menunjukkan perubahan positif pada dirinya, keluarganya, dan juga lingkungan sekitar. Ramadan membawa sinar kebaikan yang akan terus menyala bila kita tetap konsisten dalam ibadah dan amal baik. Individu yang beramal dengan tulus tidak akan merasa terbebani dalam melakukannya. Seorang ayah akan melakukan segala usaha demi kebahagiaan keluarganya, dan seorang ibu rela berjuang demi keselamatan anaknya—karena mereka memiliki keyakinan yang mendalam. Demikian juga dalam beribadah, iman yang kuat harus menjadi fondasi agar kita dapat mencapai tingkat muttaqin yang dijanjikan oleh Tuhan.
Dari Ramadan Kita Memulai
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183). Ayat ini adalah panggilan kemuliaan bagi orang-orang yang beriman. Hanya orang yang memiliki keimanan yang mampu menjalankan ibadah puasa dengan penuh kesungguhan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari & Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa Ramadan adalah waktu terbaik untuk bermuhasabah dan memperbaiki diri. Umar bin Khattab pernah berkata: Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab oleh Allah.
Sebelas bulan sebelumnya mungkin telah memporak-porandakan jiwa dan hati kita dengan dosa serta kelalaian. Namun, Ramadan hadir sebagai titik kumpul untuk memperbaiki semuanya. Ramadan adalah momentum untuk kembali kepada Allah, untuk kembali memulai perjalanan menuju kebersihan jiwa dan ketaatan sejati. Semoga Ramadan kali ini menjadi awal yang baru bagi kita semua. Barakallah fiikum.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: Wahai orang-orang yang beriman, kamu diwajibkan untuk menjalankan puasa seperti yang diperintahkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Ayat ini adalah seruan yang mulia bagi orang-orang beriman. Hanya mereka yang memiliki keyakinan yang dapat melaksanakan ibadah puasa dengan sepenuh hati.
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW menyatakan: “Siapa pun yang menjalani bulan Ramadan dengan iman dan mengharapkan pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari & Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa Ramadan adalah periode yang paling ideal untuk refleksi dan perbaikan diri. Umar bin Khattab pernah mengatakan: “Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab oleh Allah.”
Sebelas bulan yang lalu mungkin telah mengacaukan jiwa dan hati kita dengan dosa dan kelalaian. Namun, Ramadan datang sebagai momen untuk memperbaiki semuanya. Ramadan merupakan kesempatan untuk kembali kepada Allah, untuk memulai kembali perjalanan menuju kesucian jiwa dan ketaatan yang sejati. Semoga Ramadan kali ini menjadi permulaan baru bagi kita semua. Barakallah fiikum.




