Rembang – Dusun Sekararum, Desa Sekarsari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, kembali menjadi pusat perayaan budaya melalui gelaran tahunan Festival Nginguk Githok VII yang berlangsung pada 13–18 Mei 2025. Festival ini mengusung tema “Gegayuhan”, yang dalam bahasa Jawa berarti “cita-cita” atau “harapan”, sebagai ajakan bagi masyarakat untuk merefleksikan dan merumuskan masa depan desa melalui pendekatan budaya dan seni.
Dalam pagelaran festival ini, masyarakat Sekararum berkolaborasi dengan Kolektif Hysteria. Kerjasama ini menghadirkan elaborasi dalam penyelenggaraan Nginguk Githok, selama enam hari penuh, festival ini menghadirkan berbagai kegiatan yang menggabungkan tradisi lokal dengan ekspresi seni kontemporer. Masyarakat dilibatkan tidak hanya sebagai penonton, tetapi juga sebagai subjek yang menyumbangkan gagasan, tenaga, bahkan ruang rumah dan halaman mereka untuk dijadikan panggung bersama.
Acara dibuka pada tanggal 13 Mei, dengan pembukaan pameran seni lukis menampilkan karya-karya dari seniman lokal dan nasional. Lalu dilanjut dengan pertunjukkan sanggar tari baledolan, selepas pertunjukkan tari masyarakat Sekararum dibuat tersenyum dengan penampilan stand up comedy menampilkan dua komika dari Rembang. Ditutup dengan penampilan Rebana Nada Dien.
Hari selanjutnya, acara semakin meriah dengan kehadiran beberapa kelompok seni tari tradisional dari luar Kabupaten Rembang. Bertempat di halaman rumah warga Barongan “Pandji Sabda Jagad” dari Kabupaten Blora mementaskan beberapa tarian dari tari Barong sampai dengan penampilan Reog. Selepas pertunjukan barongan, acara dilanjut tahlil di punden Sekararum, pasca kirim doa untuk leluhur kampung pagelaran dialnjutkan dengan pertunjukan Tari Gedruk dari “Prabu Erlangga” yang berasal dari Kabupaten Semarang.
Ritual sedekah bumi – yang menjadi akar dari festival ini – tetap menjadi inti utama. Hari Kamis (15/05/2025) Prosesi dimulai dengan warga mengarak gunungan, menuju ke punden, sesampainya disana dilanjut dengan Bacaan mendoakan hasil-hasil bumi yang sudah dibawa lalu dibagi-bagikan kembali masyarakat Sekararum. Pasca membagikan gunungan, momen saklar selanjutnya ialar pementasan tari tayub. Selepas melaksanakan tradisi di punden, sore sampai dengan malam dilanjutkan pertunjukan Ketoprak “Wahyu Manggolo”.
tahlil punden dan pengajian malam hari digelar dengan khidmat, disusul dengan gunungan hasil bumi yang diarak mengelilingi dusun. Semua ini menjadi pengingat akan hubungan spiritual yang kuat antara manusia, tanah, dan leluhur.
“Gegayuhan” Sebagai Gerakan Kultural
Sejak dimulai pada tahun 2018, festival Nginguk Githok selalu menonjolkan tema-tema yang berbeda di setiap tahunnya, pada tahun 2025 ini tema yang diusung Gegayuhan. Tema tersebut bertujuan melalui festival ini sebagai ruang untuk mengkontruksikan harapan-harapan warga Sekararum, terhadap kampungnya di masa yang akan datang dengan dilandasi suatu tradisi.
Festival Nginguk Githok VII tidak hanya berfokus pada kemajuan fisik desa, melainkan juga mendorong warga untuk berpartisipasi aktif dalam membangun masa depan budaya mereka. ” Ini adalah ajakan untuk bersama-sama merancang kehidupan yang seimbang antara kemajuan material dan pelestarian nilai-nilai lokal yang telah ada sejak lama.
“Gegayuhan diangkat sebagai tema untuk mengajak masyarakat desa untuk membayangkan masa depan kampung mereka. Bukan hanya melalui pembangunan fisik seperti infrastruktur, tetapi juga dalam hal kebudayaan, dengan melibatkan setiap warga desa dalam perencanaan dan pelaksanaan yang berasal dari mereka sendiri.” ungkap Yasin selaku kepala project Nginguk Githok VII.
Lebih dari sekadar tema, “Gegayuhan” adalah sikap. Sebuah kesadaran bahwa mimpi dan harapan tidak bisa dibebankan kepada pihak luar, tetapi harus tumbuh dari kesadaran internal masyarakat itu sendiri. Melalui festival ini, warga Sekararum menunjukkan bahwa desa bisa menjadi pusat produksi pengetahuan, ruang seni, dan laboratorium masa depan yang hidup.
Di tengah gempuran modernisasi dan urbanisasi, Nginguk Githok berdiri sebagai penanda bahwa tradisi bukanlah masa lalu yang diam, melainkan tanah subur tempat harapan bisa ditanam dan ditumbuhkan bersama.
Founder Kolektif Hysteria Akhmad Horidin menambahkan
dalam gelaran festival Nginguk Githok Gegayuhan ini dimeriahkan beberapa seniman kenamaan dari beberapa wilayah eks karesidenan Pati dengan menggelar pameran lukisan di Dusun Sekararum, dimulai dari tanggal 13 sampai dengan 18 Mei 2025.
“Pameran lukisan kali ini merupakan salah satu serangkaian kegiatan dari Nginguk Githok V,” ungkapnya.
(Christian Saputro)




