Oleh: Arif Roy Neldi
Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan,
Universitas Lampung
Sumaterapost.co. Lampung – Panggung politik Lampung kini beraroma nasionalisme yang kental, setidaknya itulah yang tergambar dari hasil Pileg 2024 untuk DPRD Provinsi.
Gerindra tampil sebagai bintang utama, mengklaim 16 kursi dan secara otomatis mengamankan posisi Ketua DPRD.
Sejak 22 Oktober 2024, posisi Ketua DPRD Lampung definitif resmi dipegang oleh Ahmad Giri Akbar.
Di bawah Gerindra, PDI Perjuangan menyusul dengan 13 kursi, sementara Golkar dan PKB sama-sama memboyong 11 kursi. Jika kita bedah lebih dalam, koalisi partai nasionalis Gerindra, PDI Perjuangan, Golkar, NasDem, dan Demokrat benar-benar mendominasi dengan menguasai 59 dari 85 kursi, atau sekitar 69,4%. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan jelas preferensi pemilih Lampung yang lebih condong pada narasi kebangsaan dan pembangunan, jauh dari pendekatan politik berbasis identitas agama. Ini membuktikan, di Lampung, identitas keagamaan harus beradaptasi dengan konteks sosial-politik, figur lokal, dan kekuatan mesin partai di lapangan.
PKB Meroket, PPP Terpuruk: Dua Sisi Koin Politik Islam
Di tengah gelombang nasionalis, PKB mencetak performa yang patut diacungi jempol. Dengan 11 kursi, PKB tak hanya menyaingi Golkar, tapi juga jauh melampaui partai Islamis lain. Kesuksesan ini tak lepas dari akar sosial Nahdlatul Ulama (NU) yang kuat di Lampung, ditambah pendekatan moderat, inklusif, serta fokus pada isu-isu riil seperti pendidikan dan pertanian. Ini formula yang membedakan PKB dari partai Islamis lain yang terkadang terjebak dalam simbolisme belaka.
Namun, tak semua partai Islam bernasib sama. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), partai Islam tertua, justru babak belur dan gagal meraih satu pun kursi di DPRD Provinsi Lampung. Ini adalah alarm merah bagi PPP, menunjukkan krisis elektabilitas yang akut. Kurangnya inovasi politik, stagnasi kepemimpinan, dan komunikasi yang tak nyambung dengan generasi muda menjadi faktor utama. Absennya PPP di tingkat provinsi, sementara partai “kecil” lain seperti Hanura dan Partai Buruh masih mampu beroleh kursi di kabupaten/kota, adalah tamparan keras bagi adaptasi institusional.
Implikasi Kekuatan dan Pemilih Cerdas Lampung
Dominasi nasionalis di DPRD Lampung tentu berimplikasi besar pada arah kebijakan dan koalisi pemerintahan daerah. Dengan Gerindra sebagai motor utama, koalisi pragmatis akan lebih mudah terbentuk dan sangat fleksibel mendukung kebijakan eksekutif. Apalagi, penetapan pasangan Rahmat Mirzani Djausal dan Jihan Nurlela (Gerindra) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung terpilih periode 2025-2030 pada 9 Januari 2025 kian mengukuhkan cengkeraman Gerindra di Bumi Ruwa Jurai. Di sisi lain, partai-partai Islam, meski punya kursi cukup, kemungkinan besar akan mengambil posisi oposisi atau pendukung terbatas, tergantung dinamika elite dan negosiasi pasca-pemilu.
Yang tak kalah menarik, pemilih Lampung menunjukkan kematangan politik. Meskipun Prabowo–Gibran menang telak di Pilpres, banyak pemilih tak serta merta memilih Gerindra di Pileg. Ini bukti bahwa pilihan pada figur tak selalu linear dengan pilihan partai. Personalisasi politik dan narasi lokal kini jadi kartu truf yang kian dominan dalam kontestasi politik modern.
Singkatnya, hasil Pileg 2024 di Lampung menegaskan hegemoni politik nasionalis, namun juga memperlihatkan daya tahan politik Islam jika mampu beradaptasi dan inklusif. Di era digital ini, kekuatan partai tak lagi sekadar ideologi atau sejarah panjang, melainkan kemampuan mereka menyampaikan pesan yang relevan, mengartikulasikan kepentingan rakyat, dan membangun jejaring kuat di akar rumput.