Quezon City – Film dokumenter kolektif seni Hysteria dari Semarang, “Legiun Tulang Lunak: 20 Centimeters per Year”, mendapat sambutan hangat dalam forum film RESBAK Filipina. Film tersebut diputar bersama karya kolektif lokal dalam sesi pertama forum berjudul “Bulgar: Mga paglalahad mula Alapaap Patungong Lupa”, Jumat (13/6), di Sine Pop, Cubao, Quezon City, Metro Manila, Filipina.
Bos Hysteria Adi dalam rilisnya menyampaikan sesi pemutaran film berlangsungv mulai pukul 15.30 waktu setempat kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang menghadirkan Ahmad Khairudin (biasa dsapa Adin) dan Nella A. Siregar dari Hysteria, Benjamin Mirasol dari RESBAK, Aba Lluch Dalena, serta Jamme Robles dari Film Weekly, dengan Ram Botero (RESBAK) sebagai moderator.
Adin memaparkan, pemutaran film di Filipina ini sedikit berbeda dibandingkan tiga negara sebelumnya yang telah disambangi Hysteria, karena berlangsung di lokasi khusus pemutaran film-film independen yang telah menjadi bagian dari ekosistem perfilman alternatif di Filipina.
Panel diskusi mengupas bagaimana film ini tidak hanya menyuguhkan narasi perjalanan panjang dan dinamika kolektif Hysteria dari waktu ke waktu yang seringkali mengalami pasang surut, tetapi juga menunjukkan cara kerja pengarsipan kolektif dengan metode pendokumentasian melalui film yang jarang ditemukan di Filipina.
Dalam sesi tersebut, para audiens menggarisbawahi bagaimana Hysteria berhasil menampilkan dokumentasi dua dekade perjalanan kolektif mereka secara transparan, jujur, dan reflektif.
“Apa yang dilakukan Hysteria adalah bentuk dokumentasi dan refleksi kolektif yang menginspirasi,” ujar Ram Botero selaku moderator perwakilan dari RESBAK.
Menurut Nella Siregar Arsip Hysteria sebenarnya lahir dari Mas Adin yang memang sangat disiplin dan punya semangat tinggi dalam mengarsip.
“Bagi kami, arsip bukan sekadar tempat menyimpan, tapi jadi cara untuk merefleksikan kerja-kerja kolektif selama 20 tahun terakhir—dan refleksi itu bisa terbaca jelas dalam film Tulang Lunak Bandeng Juwana.” imbuh Nella.
Diskusi juga mengangkat soal minimnya dukungan negara terhadap praktik kolektif baik di Filipina maupun Indonesia. Adin selaku direktur Hysteria menyampaikan bahwa keberlanjutan kolektif tidak selalu bertumpu pada pendanaan pemerintah, melainkan jaringan lokal yang dibangun dari bawah.
“Dukungan dari pemerintah pusat yang punya kekuasaan besar justru tidak selalu lebih baik dibanding dukungan dari pemerintah lokal atau dinas terkait yang bisa diajak menjadi mitra tetap,” ujar Adin, Direktur Kolektif Hysteria.
Apresiasi audiens terhadap film Hysteria turut menyoroti pentingnya estetika aktivisme yang tidak hanya menggugah secara isi, tapi juga mengedepankan kejujuran proses. Film ini pun dinilai berhasil menggabungkan fungsi dokumentasi, estetika, dan strategi advokasi kultural secara bersamaan.
Tur ini merupakan bagian dari perjalanan Bandeng Keliling Asia, yang sebelumnya telah menyambangi Thailand, Vietnam, dan Korea Selatan. Perjalanan ditutup di Malaysia, sebagai pra-event menjelang pelaksanaan Penta Klabs V — biennale kolektif Hysteria pada Agustus 2025 mendatang. ( (Christian Saputro/ril)