Semarang – Sendang Mbelik, sebuah sumber mata air alami di Kelurahan Wonolopo, Kecamatan Mijen, menjadi titik refleksi bersama dalam Purwarupa : Sobo Roworejo IV dengan tajuk “Nyengkuyung Sendang” melalui Pekakota Forum #80. Kegiatan yang digelar pada Senin, 30 Juni 2025, ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, akademisi, dan tokoh adat yang membahas pergeseran makna dan fungsi sendang di tengah laju pembangunan kota.
Pergeseran Makna Sendang
Rizqi, salah satu peserta PekaKota Institute 2025, menyampaikan bahwa bagi generasi sepuh, sendang dahulu merupakan sumber kehidupan utama yang digunakan untuk mandi, mencuci, dan bersosialisasi. Namun, kini generasi muda lebih memaknai sendang sebagai tempat yang sakral dan cenderung menjauh darinya karena faktor kenyamanan dan trauma personal. Perubahan ini tidak lepas dari aspek sosial, kultural, dan ekologis yang saling berkelindan.
Sisi Spiritual Sendang
Abe, salah satu narasumber, mengulas tentang keberadaan pusaka dan penunggu sendang. Ia menuturkan temuan Mbah Mojio berupa batu bermotif ular yang diyakini hanya bisa ditemukan oleh orang berhati tulus atau keturunan dari Mbah Mindo. Hal ini menunjukkan bahwa sendang memiliki nilai spiritual yang kuat dan perlu dijaga.
Kekhawatiran muncul ketika lahan-lahan umum seperti sendang berisiko diklaim sebagai milik pribadi karena pembangunan yang merambat ke desa. “Sendang tidak boleh menjadi sumber kehidupan pribadi, tapi harus tetap milik bersama,” tegas Abe.
Menjaga Ingatan Lintas Generasi
Ketua Pokdarwis Roworejo, Mitri, mengungkapkan pentingnya menjaga ingatan lintas generasi terhadap sendang. Menurutnya, generasi muda kini terlalu terbiasa dengan kemudahan dan air praktis, sehingga lupa akan nilai spiritual dan ekologis sendang. “Padahal, saat kekeringan, sendang tetap mengalir. Kita harus menjaga itu,” ujarnya.
Peringatan akan Pembangunan yang Berkelanjutan
Mila, Kaprodi PWK Unissula, turut menambahkan bahwa pergeseran fungsi sendang bukan disebabkan oleh ketidakpedulian masyarakat, melainkan karena pesatnya perubahan tata lahan di Kecamatan Mijen. Ia mengingatkan bahwa pembangunan yang tidak memperhatikan keberlanjutan air tanah dapat menyebabkan penurunan muka tanah dan krisis air bersih. “Air adalah elemen utama kehidupan, dan bila kepercayaan masyarakat terhadap air hilang, maka sendang akan kehilangan makna sosial dan ekologisnya,” jelasnya. (Christian Saputro)




