Semarang – Semarang Gallery dan Krack! Studio Yogyakara menaja pameran bersama “Pasar Malam” di Semarang Contemporary Art Gallery, Semarang, Sabtu (19/07/2025). Jangan lewatkan kesempatan untuk mengunjungi pameran “Pasar Malam” di Semarang Gallery, yang akan berlangsung hingga 17 Agustus 2025!
Semarang Gallery dan Krack Studio Gelar Pameran “Pasar Malam” ini menampilkan karya seni screenprint berukuran besar yang menggambarkan suasana pasar malam dengan nuansa mistis dan transgresif.
GM Semarang Gallery, Denis Levi Dharmawan, membuka pameran ini dengan suasana yang riuh rendah. Sebuah mobil odong-odong dan aneka kudapan khas pasar malam seperti kue baling-baling, arum manis, dan telur gulung juga turut hadir membangun atmosfir ruang pameran menjadi arena pasar malam sugguhan.
Malcolm dari Krack Studio Yogyakarta mengatakan bahwa Krack! Studio adalah sebuah kolektif yang sudah berdiri sejak 13 tahun lalu. Kali ini hadir mengusung proyek pameran bertema “Pasar Malam”.
Pameran ini merupakan hasil kolaborasi antara 15 seniman asal Indonesia dan Australia, dan pameran perdana telah sukses digelar di Yogyakarta pada Mei 2025 lalu. Setelah pameran kedua di Semarang ini, pameran akan berkeliling ke beberapa kota di Australia pada tahun 2026-2027.
Malcolm menambahkan pameran ini menampilkan karya cetak saring berukuran besar (200 x 150 cm) hasil kolaborasi 15 seniman asal Indonesia dan Australia. Mereka antara lain: Alfin Agnuba, Amina McConvell, Enka Komariah, Ida Lawrence, Ipeh Nur, Jumaadi, Leyla Stevens, Malcolm Le Smith, Prihatmoko Moki, Restu Ratnaningtyas, Rizki Maulana, Rudi Hermawan, Tamarra, Timoteus Anggawan Kusno, dan Tobias Richardson.
“Pasar malam adalah dunia kebalikan dari pasar pagi. Tempat di mana ketakutan dan hasrat yang tersembunyi dilepaskan,” ujar Malcolm.
Ia menggambarkan atmosfer pasar malam sebagai ruang di mana jam palsu, jimat gaib, belalang goreng, dan rumah hantu bercampur dengan ketegangan dari preman dan tukang copet dalam kegelapan remang-remang.
Lebih lanjut Malcolm membeberkan, bahwa karya-karya dalam pameran ini banyak merujuk pada mistisisme, mitologi, dan ritual yang menggambarkan “keliyanan” — sebuah keadaan asing yang memikat namun menakutkan. Setiap karya menjadi upaya untuk menceritakan kisah tersembunyi yang tak tertampung dalam narasi dominan.
Menurut Malcolm pameran ini dirancang secara imersif, menciptakan suasana pasar malam yang hidup dan menggugah. Pengunjung akan masuk melalui loket dengan lampu warna-warni dan bendera kecil menggantung, disambut soundscape eksperimental berupa suara wahana, celoteh pedagang, dan musik Indonesia yang riuh. Ruang pameran dibuat penuh sesak dan warna-warni, membangkitkan atmosfer kaotis yang khas dari pasar malam.
Malcolm menandaskan sebagai proyek lintas budaya, pameran Pasar Malam juga menjadi ajang pertukaran artistik antara seniman Indonesia dan Australia, sekaligus ruang refleksi akan sejarah dan psikologi sosial yang terpinggirkan.
“Setiap karya merupakan hasil produksi Krack! Studio di Yogyakarta dalam semangat kolaboratif lintas negara,” imbuhnya.
Pameran ini menjadi titik temu antara seni, budaya populer, dan kajian sosial yang membebaskan, misterius, dan reflektif — seperti pasar malam itu sendiri. (Christian Saputro)




