Semarang, 19 Juli 2025 — Lawang Sewu hari itu bukan hanya tentang lorong-lorong bersejarah atau cerita mistis yang memikat, tapi menjadi saksi bagi perjumpaan penuh makna. Sebuah Wisata Inklusi yang menghadirkan pengalaman hidup bagi para siswa SMP Negeri 19 Semarang.
Menurut Ketua Pelaksana Hilal Huda program ini diselenggarakan oleh Yayasan Roemah Difabel Indonesia sebagai kelanjutan program Edukasi Sensibilitas Difabel saat MPLS di SMP Negeri 19 beberapa waktu lalu.
“Kegiatan ini menjadi apresiasi sekaligus praktik langsung bagaimana menjadi bagian dari lingkungan yang inklusif,” ujar Hilal Huda.
Lebih lanjut, dibabarkannya, sebanyak 22 pelajar diajak tidak sekadar “bertemu”, tetapi juga mendampingi teman-teman difabel dari Komunitas Sahabat Difabel – Roemah Difabel (KSD-RD), seperti Ariel (disabilitas netra), Atun (Down Syndrome), Kustiana (Tuli), Rizky dan Uta (disabilitas intelektual), Rina dan Hilal (disabilitas fisik), serta Venan (autisme).
Dalam kelompok kecil, lanjutnya, mereka belajar menggandeng, mendorong kursi roda, mendengarkan dengan sabar, dan memahami bahasa yang tak selalu berupa kata.
“Awalnya canggung. Ada yang takut salah bicara, ada pula yang deg-degan mendampingi teman yang lebih tua dari orang tuanya. Tapi justru di sana, mereka belajar arti sebenarnya dari inklusi: keberanian untuk mencoba, belajar, dan menghargai,” ungkap Huda panggilan karib yang juga penyandang disabilitas tetapi kini sudah bekerja di PT KAI.
Bang Odi relawan pengajar Publik Speaking di Roemah D menambahkan, kegiatan ini bukan sekadar wisata. Ini latihan kehidupan.
“Suasana menjadi cair lewat canda, tawa, dan percakapan yang tulus. Ada yang keringatan karena grogi, ada pula yang sudah akrab seperti teman lama,” ungkap Bang Odi yang kesehariannya berprosesi sebagai penyiar.
Mereka tak hanya belajar tentang perbedaan, lanjut Bang Odi, para siswa juga menunjukkan bahwa mereka mampu menjadi agen perubahan kecil bagi masa depan yang lebih ramah bagi semua. Seorang siswa bahkan berkata, “Ternyata mereka enggak butuh dikasihani, tapi ditemani.” Ujar slah seorang Siswa pada temannya.
Kegiatan ditutup dengan rasa syukur dan harapan. Hilal, salah satu peserta difabel, menyimpulkan dengan lugas yang menjadi komando kegiatan ini mengungkapkan “Ini bukan akhir, ini awal semangat inklusi yang harus terus kita nyalakan.”
Tak lupa, Hilal Huda, menyampaikan rasa Terima kasih kepada Yayasan Roemah Difabel Indonesia, SMPN 19 Semarang, para relawan, dan semua pihak yang membuat hari ini begitu berharga. Karena inklusi bukan hanya slogan—ia nyata ketika kita mau hadir dan peduli. (Chrisian Saputro/ril)




