Oleh: Christian Heru Cahyo Saputro *)
Di bawah langit Semarang yang tenang pada malam Senin, 19 Juli 2025, denting musik mulai berembus dari Gedung Radjawali Semarang Cultural Centre (RSCC). Seolah menjelma angin dari masa silam, ia membawa bisikan leluhur, getar tanah air, dan gema semangat masa depan. Malam itu, pentas agung bertajuk “Eufoni Nusantara” lahir bukan sekadar sebagai konser, melainkan sebagai peristiwa jiwa—di mana nada, gerak, dan kata-kata saling menjalin dalam satu harmoni yang menyentuh sukma.
Diselenggarakan oleh PPPK Petra, Surabaya, konser ini adalah cermin dari keberanian dan cita-cita. Di tangan para pelajar—anak-anak muda dari Petra Youth Orchestra, Petra Youth Choir, Petra Youth Dancer, dan Petra Youth Theater—budaya Indonesia menemukan panggungnya kembali, berdiri tegak dan bersuara lantang dalam harmoni.
Nada yang Tak Sekadar Musik
Sejak mula, penonton sudah dibuai oleh alunan Petra Youth Orchestra (PYO), sebuah orkestra muda yang lahir dari semangat belajar dan cinta pada musik klasik. Di tangan mereka, simfoni tak lagi dingin dan asing—melainkan hangat, penuh emosi, dan sangat Indonesia.
Kemudian, suara-suara dari Petra Youth Choir bergema seperti doa yang merambat dari kalbu ke langit. Dipimpin oleh Raymond Johan Wahyudi, paduan suara ini menggetarkan bukan hanya karena tekniknya, tetapi karena jiwa yang mereka tiupkan ke dalam tiap bait. Lagu-lagu seperti Indonesia Pusaka, Bumi Raya, dan Satu Nusa Satu Bangsa tak hanya dinyanyikan—tetapi dikhidmati.
Puncak keharuan datang saat seluruh pengisi acara dan penonton bersatu dalam nyanyian Satu Nusa Satu Bangsa. Tangis kecil terlihat di sudut mata, bukan karena sedih, tapi karena haru. Bahwa di tengah segala perbedaan, kita masih bisa bernyanyi bersama sebagai satu bangsa.
Gerak Tubuh yang Bersuara
Tarian dari Petra Youth Dancer menjahit ruang di atas panggung dengan ritme dan warna. Gerakan mereka bukan sekadar koreografi, melainkan pernyataan tubuh tentang keberagaman budaya Indonesia—dari gerak lembut Jawa, liukan Bali, hingga hentakan Kalimantan. Setiap gerakan adalah kisah, dan setiap kisah adalah bagian dari rumah besar bernama Nusantara.
Sementara itu, Petra Youth Theater hadir membawa napas naratif dalam pertunjukan ini. Setelah sukses dengan film Simfoni untuk Rukmini (2022), kini mereka mempersembahkan cuplikan dari film “Nusantara”, yang akan tayang perdana di bioskop Surabaya pada 13 Agustus 2025 mendatang. Film ini adalah pantulan dari konser: tentang warisan, keberagaman, dan semangat menyatu dalam perbedaan.
Simfoni Sejarah dan Masa Depan
“Eufoni Nusantara” bukan hanya perayaan seni. Ia adalah perayaan keberanian untuk bermimpi, dan kerja keras untuk mewujudkannya. Setiap anak yang tampil malam itu adalah bukti bahwa pendidikan tidak hanya mengajar angka dan huruf, tetapi juga nilai, karakter, dan kecintaan pada bangsa.
Konser ini juga menjadi bagian dari peringatan 75 tahun PPPK Petra. Tujuh dekade yang telah mereka jalani bukan hanya usia, tetapi perjalanan membangun generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berbudaya. Dirgahayu Petra—panjang umur untuk mereka yang mencintai negeri ini melalui seni dan pendidikan.
Ketika Musik Menjadi Doa, dan Doa Menjadi Tanah Air
Di tanah yang dijahit oleh samudera, di bawah bayang gunung dan langit yang agung, Kisah Nusantara hidup kembali malam itu. Bukan dalam buku, bukan dalam museum—tetapi di dalam dada para pelajar yang menjadikannya hidup kembali lewat orkestra, tari, nyanyian, dan teater.
“Eufoni Nusantara” adalah lebih dari konser. Ia adalah simfoni jiwa—tentang tanah yang kita pijak, udara yang kita hirup, dan sejarah yang kita warisi. Sebuah malam di mana musik menjadi doa, dan doa menjadi cinta untuk tanah air.
Dan di tengah suara yang menggema, satu pesan bergema paling nyaring: Indonesia adalah kita semua. Kita satu, kita utuh, kita rumah.
*) Jurnalis, penyuka musik tinggal di Tembalang, Semarang.




