Oleh : Dr. Hasbullah, M. Pd. I
Wk. Majelis Dikdasmen & PNF PWM Lampung
Dosen Univeritas Muhammadiyah Pringsewu
Sumaterapost.co | Pringsewu – Dalam dinamika dunia pelajar, ruang untuk menyampaikan gagasan dan menyalurkan kreativitas menjadi kebutuhan mendesak. Di tengah arus informasi yang deras dan kompleksitas persoalan remaja, para pelajar membutuhkan wadah yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan mencerahkan. Maka, kehadiran Pestival IPM menjadi oase di tengah gurun kering aktivitas pelajar yang bermakna. Bukan sekadar festival, tetapi ruang pertumbuhan.
Pestival IPM bukan hanya panggung seni atau ajang perlombaan. Ia adalah simbol bahwa pelajar punya suara, dan suara itu layak didengar. Di balik semaraknya acara, ada nilai penting yang diusung, bahwa pelajar tidak hanya diam dalam rutinitas sekolah, tapi juga aktif berkarya, berpikir kritis, dan menyuarakan nilai-nilai perubahan. IPM menjadikan Festival sebagai ruang pendidikan alternatif di mana pelajar belajar kepemimpinan, tanggung jawab, dan kerja kolektif.
Setiap sudut Festival menyimpan semangat kolaborasi. Ada yang menjadi panitia, ada yang tampil sebagai peserta, dan ada pula yang menjadi penonton setia yang tetap menyerap makna. Semua peran penting, karena mereka adalah bagian dari ekosistem gerakan pelajar yang hidup. Inilah IPM organisasi pelajar yang tak hanya bergerak, tapi juga menggerakkan.
Tema Festival pelajar Lampung tahun 2025 ini “Berkarya Untuk Negri, Berprestasi Tanpa Henti”. Tema ini menegaskan bahwa pelajar hari ini bukan sekadar objek didikan, tapi juga subjek perubahan. Mereka memiliki potensi untuk membaca zaman dan meresponsnya lewat aksi kreatif. Ketika pelajar bersuara, bukan hanya diri mereka yang tumbuh, tetapi juga lingkungan di sekitarnya tercerahkan.
IPM, sebagai gerakan pelajar Islam, memaknai karya bukan hanya sebagai hasil, tetapi juga proses. Dalam setiap penampilan dan aktivitas di Pestival, tersimpan latihan-latihan kecil yang membentuk karakter yaitu percaya diri, kepedulian, dan tanggung jawab. Semua itu tak bisa diajarkan hanya lewat teori, tetapi lewat pengalaman nyata.
Festival juga menjadi ajang penemuan bakat dan minat. Tidak semua pelajar pandai matematika atau fisika, tapi ada yang hebat dalam desain grafis, drama, atau menulis cerpen. Inilah momen di mana pelajar menemukan dirinya, mengenali potensinya, dan menghargai keberagaman kelebihan teman-temannya. Dengan sendirinya, semua pelajar akan berkembang dengan segala potensi yang ada.
Lebih dari itu, festival adalah ruang perjumpaan. Pelajar dari berbagai sekolah, latar belakang, dan pemikiran, bertemu dalam semangat ukhuwah dan kebersamaan. Mereka belajar berdialog, saling menghargai, dan membangun jejaring sosial yang sehat dan inspiratif. Secara pembelajaran festival ini adalah wujud dari pembelajaran berbasis makna atau lebih di kenal Deep Learning.
Dengan segala dinamika dan keunikannya, Festival IPM adalah bentuk dakwah bil hikmah. Ia membumikan nilai-nilai Islam secara kreatif dan menyenangkan. Tidak menggurui, tapi memotivasi. Tidak memaksa, tapi mengajak. Di sanalah letak kekuatan gerakan IPM, menyentuh hati lewat karya nyata dan . menguatkan gerakan kolektivitas.
Maka dari itu, festival bukan akhir, tapi awal. Awal dari gerakan pelajar yang sadar akan peran dan potensinya. Awal dari terbentuknya generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara sosial dan spiritual. Inilah cerminan pelajar mencerahkan. Karena festival pelajar merupakan gambaran dari prestasi masa depan.
Festival pelajar menjadi bukti bahwa IPM bukan saja sibuk dengan banyaknya bacaan dan kegiatan, melainkan menghidupkan peradaban. Peradaban yang dibangun dari kreativitas, kolaborasi, dan nilai-nilai Islam yang membebaskan serta mencerdaskan. Festival hanyalah salah satu bentuknya tetapi dampaknya bisa abadi. (ando)