Semarang, 3 Agustus 2025 — 64 Sketser Ramaikan Kota Lama Semarang dalam Perayaan Dua Dekade Hysteria. Kawasan Jalan Mpu Tantular seputar Bank Bandiri dan Rumah Pompa, pagi ini tak hanya dilintasi roda dan langkah. Ia ditatap, dirasakan, dan digoreskan ke dalam kertas—oleh 64 sketser dari berbagai kota seperti Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Salatiga, Ungaran, hingga Kendal, dalam rangkaian acara Sketsa Kota, Sketsa Cinta, kolaborasi antara Semarang Sketchwalk dan Kolektif Hysteria.
Acara ini menjadi bagian dari perayaan 20 tahun Kolektif Hysteria, komunitas seni alternatif yang telah menjadi denyut kebudayaan urban di Semarang. Bertempat di kawasan Kota Lama yang sarat memori dan arsitektur kolonial, para sketser berkumpul sejak pukul 08.00 di titik kumpul Rumah Pompa Kota Lama.
Dengan pena, pensil, dan cat air di tangan, mereka merespons suasana kota secara langsung—menangkap detail, atmosfer, dan emosi yang muncul dari ruang-ruang publik yang hidup.
“Kota ini punya energi yang kuat, dan sketsa adalah cara paling jujur menangkapnya,” ungkap Tika, salah satu peserta asal Yogyakarta yang baru pertama kali menyambangi Semarang. “Ini bukan sekadar gambar, tapi semacam dialog diam dengan kota.”
Kertas disediakan panitia, dan acara ini terbuka untuk umum—menjadi wadah partisipasi publik yang inklusif dan inspiratif. Lebih dari sekadar kegiatan seni, nyeket bareng ini membangun ruang pertemuan antara seniman, warga, dan kota.
Hasil karya dari 64 sketser ini akan dipamerkan mulai 4 hingga 10 Agustus 2025 di Gedung Monod Huis, Semarang. Pameran ini menjadi ruang arsip visual kolektif, menunjukkan bagaimana Semarang dipandang, dicintai, dan ditafsirkan dari sudut-sudut berbeda.
“Dua dekade Hysteria adalah dua dekade cinta yang terus digambar ulang,” ujar Adin, Direktur Kolektif Hysteria. “Kami percaya, kota yang sehat adalah kota yang bisa dilihat warganya bukan hanya sebagai tempat tinggal, tapi sebagai ruang hidup yang layak dirayakan.”
Sementara itu Ketua Semarang Scethwalk Ratna Sawiti mengatakan Kegiatan ini didukung oleh Leeven and Co.. Kegitan nyeket ini merupakan ajang silaturahmi warga kota serta menjadi penanda bahwa seni di ruang publik tak pernah kehilangan relevansi.
Kota Lama Semarang pun, hari itu, tak hanya menjadi latar, tetapi juga tokoh utama dalam narasi visual kolektif yang menggugah dan hidup.Tetap berjalan, tetap menggambar. Karena kota ini tak pernah kehabisan cerita. (Christian Saputro)




