Oleh: David penggiat seni rupa tinggal di Bandar Lampung.
Taman Budaya Lampung, 20/8/2025 memaknai dari sebuah pameran lukisan, cerita atau deskripsi yang mengungkapkan esensi dan makna dibalik karya-karya lukisan yang dipamerkan narasi yang disuguhkan oleh para perupa lampung bermacam-macam mulai dari politik, tradisi dan masalah sosial yang terjadi saat ini.
Presentasi karya yang ditata sedemikian rupa untuk memanjakan mata dan ruang-ruang imajinasi para apresiator, terlihat para perupa sedang mendisplay presentasi karya dalam ruang-ruang apresiasi Gedung pameran taman budaya lampung.
Seni bukan sekadar hiasan visual; ia adalah cermin batin manusia yang merefleksikan kompleksitas emosi, pemikiran, dan perjalanan spiritual. Melalui pameran “We Take Action” seni menjadi jendela yang membuka akses ke aspek tersembunyi dalam diri kita, yang sering kali sulit diungkapkan dengan kata-kata. Setiap goresan kuas, setiap warna yang dipilih, dan setiap detail dalam karya seni mengandung suara-suara batin yang mencerminkan kegembiraan, kesedihan, ketidakpastian, dan kebijaksanaan manusia.

Seni memiliki kemampuan unik untuk merangkul dan mengekspresikan esensi mendalam dari manusia. Dalam perjalanan panjang sejarah manusia, seni telah menjadi bahasa universal yang membuka pintu ke dalam keberagaman pengalaman batin dan emosi manusia. Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang semakin terkoneksi, pameran seni dengan tema “We Take Action”, menjadi rujukan untuk merenung tentang makna mendalam di balik karya seni, serta menggali kedalaman jiwa manusia melalui sentuhan warna, bentuk, dan interpretasi.
Yulius benardi” dengan judul “Identitas” dengan idiologi Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia menceritakan tentang perjuangan yg panjang untuk menunjukkan suatu identitas sebagai bangsa negara sesatuan republik lndonesia yang berdasar pancasila perjuangan yang panjang untuk menunjukkan jati diri sebagai bangsa negara kesatuan republik lndonesia Yang berlandaskan Pancasila sebagai dasar pijakan sebagai identitas sebuah negara.
Apa jadinya Ketika idiologi identitas bangsa dengan lambang Pancasila dengan lima sila tidak diterapkan pada bangs aini, David” salah satu penggiat seni rupa dan pelukis lampung ini kali ikut ambil bagian dalam pameran We Take Action dengan menampilkan karya dengan judul, “Merawat Kebangsaan”
Strategi dalam sebuah kehidupan sosial yang terjadi saat ini banyak memakan korban, rakyat jelata menjadi sasarannya, kebijakan-kebijakan yang terjadi saat ini memicu konflik sosial yang terjadi di beberapa daerah, demi sebuah kepentingan dan nafsu se’saat.
Kebijakan publik merupakan fondasi penting dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan perekonomian suatu negara. Namun, tidak jarang kita menyaksikan kebijakan yang ternyata memiliki konsekuensi negatif, terutama ketika kebijakan tersebut tidak dirumuskan dengan cermat atau tidak mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.
Sementara Damsi” dengan karya Abstrak dekoratifnya dia mencoba menggabungkan berbagai etnik budaya melayu dalam upaya pengembangan bentuk2 baru yang lebih relevan dan kekinian dengan menampilkan symbol kucing dekoratifnya, kekuatan konsep dan garis arsirnya menambah kedalaman dan identitas karya yang begitu kuat, dengan judul “Etnik fusion”.
Bayu Putra Ramadhan” salah satu perupa muda yang berbakat dengan konsep karyanya yang kuat Akan isu-isu sosialnya, dari perenungannya yang panjang mempresentasikan karya dengan judul “Sabung Oknum” Di Bali sabung ayam dikenal dengan nama”tajen” dan memiliki kaitannya dengan ritual adat dan keagamaan, namun apa jadinya jika sabung ayam dijadikan judi sabung ayam dengan beking sejumlah oknum aparat untuk keamanan.
Diki Akew” menceritakan tentang perjuangan kelompoknya megibaratkan manusia yang telah mati bangkit untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Mereka rela bangkit demi meminta haknya yang tak pernah ia dapatkan selama mereka hidup. Sementara itu si pemimpin yang direfresentasikan sebagai ikan cupang berdasi, tidak pernah perduli dengan Nasib orang-orang itu. Ia hanya bersolek indah dikelilingi warna-warna dan hingar binger dunianya.
Penggrafis muda lampung Wiwied Hermawan” mendiskripsikan tentang perlawanan sengit para petani terhadap dua musuh utama: Setan Tanah, representasi dari mafia tanah yang rakus akan ruang hidup, dan Celeng Berdasi, simbol para oligarki serakah yang membungkus kerakusannya dengan kekuasaan dan jas mewah. Di tengah komposisi, tampak seekor celeng berdasi diikat kuat oleh tali tambang—dipegang erat oleh tangan-tangan petani yang kokoh, mewakili solidaritas, tekad, dan amarah yang membara.
Suatu karya seni sering dinilai pada esetetikanya, indah, tidak indah, bermutu atau tidak bermutu lain orang, sering lain pula penilaiannya, masing-masing mempunyai interpretasi sendiri. Bahkan sebuah karya seni bisa saja mendapat berbagai macam penilaian dari beberapa orang yang awam akan pengetahuan karya seni.
Indah atau tidak indah adalah penilaian estetis yang diberikan seseorang. Untuk dapat memberikan penilaian semacam itu seseorang harus kaya akan pengalaman estetika. Pengalaman itulah yang akan memandu seseorang menembus segala gejala dan simbol yang terkandung dalam suatu karya seni, sebelum akhirnya mampu memberi suatu penilaian.
Kemampuan seseorang menghayati masuk dalam ruang dimensi yang berbeda sekaligus memberi evaluasi dan kritik tanpa kehilangan rasa simpati terhadap sebuah karya seni disebut apresiasi.
Untuk mengapresiasi karya seni Komunitas Media Art kerja bareng Forum Perupa lampung menggelar pameran lukisan dengan tema “We Take Action” dengan jumlah karya 40 karya Lukis, mari kita apresiasi karya-karya tersebut dengan hadir pada 23-29/8/2025 di taman budaya lampung.(*)




