Way Kanan – Sumaterapost.co | Polemik pengerjaan proyek ruas jalan Simpang Empat-Kasui milik Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Lampung di Kabupaten Way Kanan, mendapatkan sorotan dari berbagai lembaga.
Salah satunya yakni dari Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Ketua Barisan Relawan Jalan Perubahan (Bara JP) Way Kanan, Iparia Rahmat dan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Restorasi Untuk Kebijakan (LSM Rubik) Lampung Feri Yunizar.
Ketua Bara JP, Iparia Rahmat menyebutkan, APH dan DPRD Provinsi Lampung harus melakukan peninjauan kembali terhadap pengerjaan proyek tersebut.
“Kami meminta aparat atau APH dan Komisi IV DPRD Provinsi Lampung untuk meninjau ulang terkait kelayakan pengerjaan proyek tersebut,” ujar Iparia, Rabu (27/8/2025).
Menurutnya, DPRD Komisi IV Provinsi Lampung harus meninjau ulang pengerjaan jalan hotmix yang ada di Lokasi.
“Jadi DPRD dan APH harus ikut melakukan peninjauan kembali sebelum pengerjaan jalan hotmix, terkait kelayakan hamparan Batu,” lanjutnya.
Ia menyayangkan, adanya pengerjaan asal-asalan di Kampung halamannya tersebut.
“Khususnya Kampung Gistang itu merupakan kampung halaman saya, jadi saya sebagai bagian dari masyarakat Gistang, akan sangat merasa dirugikan apabila pengerjaannya secara asal-asalan,” tuturnya.
Sementara, Ketua LSM Rubik Lampung, Feri Yunizar menyebutkan, jika dirinya mendapatkan kabar atau informasi, pengerjaan proyek tersebut baru berjalan 30 persen.
“Saya juga ikuti perkembangan berita tersebut, sejauh ini pengerjaan baru 30 persen,” katanya.
Ia mengatakan, jika masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek tersebut. Terlebih pengerjaan proyek tersebut menggunakan anggaran negara.
“Jadi, Proyek Pemerintah yang sedang dikerjakan oleh pemborong (rekanan) memang betul, harus di kritik oleh masyarakat, atau diawasi bersama, karena menggunakan anggaran negara dan itu sah-sah saja,” tutur Fery.
Ia menilai, pilah-pilihnya rekanan dalam memberikan informasi kepada awak media, mengindikasikan bahwa rekanan tidak terbuka atas informasi.
“Kalau rekanan pilah-pilih dalam menanggapi rekan-rekan media, itu diindikasikan bahwa rekanan tidak terbuka, sementara rekan-rekan media ini dilindungi oleh Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Seharusnya, masyarakat dan media merupakan kontrol sosial yang harus diberikan informasi yang sebenarnya,” pungkasnya.(tim/Ris)