Semarang, 1 September 2025 — Di tengah situasi nasional yang memanas pasca demonstrasi besar di Jakarta dan berbagai daerah, para tokoh lintas agama dan kepercayaan yang tergabung dalam Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) menyerukan langkah moral untuk perbaikan fundamental pemerintahan Indonesia. Seruan ini disampaikan dalam pernyataan resmi di Semarang, Senin (1/9).
Rm. FX. Sugiyana Pr., Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang, yang mewakili Pelita, menegaskan bahwa jalan keluar dari krisis tidak boleh ditempuh dengan kekerasan, melainkan melalui kebijakan yang berbasis moralitas dan keberpihakan pada rakyat.
“Letupan konflik ini adalah akumulasi kekecewaan masyarakat. Ibarat bisul, jika tidak ditangani secara bijaksana, dapat mengancam keselamatan bangsa dan negara,” ujarnya.
Ketegangan politik dan sosial memuncak sejak 25 Agustus lalu, setelah ribuan massa berunjuk rasa menolak kenaikan tunjangan DPR sebesar Rp50 juta per bulan. Situasi semakin parah ketika pada 28 Agustus seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob di depan Gedung DPR RI. Gelombang kemarahan kemudian menyebar ke berbagai daerah, termasuk Makassar yang dilanda kerusuhan hebat hingga menelan korban jiwa dan kerusakan fasilitas umum.
Menyikapi hal tersebut, Pelita mengapresiasi respons Presiden bersama pimpinan DPR, MPR, dan DPD yang pada 31 Agustus berjanji melakukan pembenahan, termasuk memangkas privilese anggota DPR dan menindak aparat maupun legislator yang bersalah. Namun, Pelita menilai langkah tersebut perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan mendasar.
Dalam pernyataannya, Pelita menegaskan tujuh poin seruan moral, di antaranya:
Pemerintah wajib melahirkan kebijakan publik yang berpihak pada rakyat dengan proses partisipatif. Aparat diminta menghindari kekerasan dan mengutamakan pendekatan persuasif. Mahasiswa dan masyarakat diingatkan agar menyampaikan aspirasi secara damai tanpa terprovokasi tindakan destruktif.
Semua pemuka agama diimbau menjadi suara moral yang menyejukkan, sementara masyarakat diminta saling menjaga dan mendoakan bangsa agar tetap damai.
Koordinator Pelita, Setyawan Budy, menegaskan bahwa seluruh tokoh lintas agama di Jawa Tengah siap bergerak bersama masyarakat untuk menjaga kedamaian dan memperjuangkan rekonsiliasi nasional.
Pernyataan sikap ini ditandatangani oleh lebih dari 30 tokoh lintas iman, termasuk KH. Taslim Syahlan (Sekjen Asosiasi FKUB Indonesia), Bhikkhu Cattamano Mahathera (Kepala Vihara Tanah Putih Semarang), Pdt. Rahmat Rajagukguk (Ketua PGI Kota Semarang), serta perwakilan dari Katolik, Kristen, Islam, Hindu, Buddha, Khonghucu, penghayat kepercayaan, dan organisasi masyarakat sipil.
Seruan moral ini diharapkan menjadi titik balik menuju perbaikan fundamental pemerintahan dan tercapainya Indonesia yang lebih adil, damai, dan sejahtera. (Christian Saputro)




