WINTERTHUR, SWISS – Udara musim gugur di kota Winterthur terasa berbeda pada Sabtu sore, 20 September 2025. Di tengah dinginnya udara Eropa, panggung Colourful Indonesia menyalakan kehangatan nusantara. Pagelaran budaya yang dihelat pukul 14.00–20.00 waktu Swiss ini menghadirkan pesona dari barat hingga timur Indonesia, merentang dari Sumatera hingga Papua.
Winterthur, kota besar di utara Swiss yang dikenal sebagai pusat budaya dan industri teknologi, seakan berubah wajah. Suasana kental Indonesia hadir melalui denting musik, gerak tari, dan ragam kuliner yang membuat ratusan pasang mata terpukau. Lebih dari 300 orang memenuhi ruang acara, termasuk Duta Besar RI untuk Swiss dan Liechtenstein, I Gde Ngurah Swajaya, yang turut menyaksikan semaraknya perayaan.
Joice Martiny Siahaan, perempuan Batak, sebagai ketua panitia penyelenggara. Dengan bangga ia menyebut bahwa Colourful Indonesia diinisiasi oleh Persekutuan Kristen Indonesia di Swiss (PERKI Swiss), dengan dukungan KBRI Swiss, komunitas seni, pelaku usaha Indonesia, hingga kelompok-kelompok lokal seperti Arche Noah Winterthur. Semua bergandeng tangan menghadirkan satu tujuan: merayakan kebudayaan nusantara di tanah perantauan.
Ragam pertunjukan menjadi inti acara. Tari Saman dari Aceh membuka dengan energi yang menyala. Gerakan serentak para penari seakan menjadi simbol persatuan. Dari Kalimantan, Tari Burung Enggang menampilkan kelembutan gerak sayap yang sakral, sementara dari Sulawesi hadir Tari Malluya yang penuh semangat kehidupan. Papua pun tak ketinggalan dengan riang gembira Tari Yamko Rambe Yamko, membuat penonton ikut bergoyang dalam irama.
Pulau Jawa memberikan kejutan tersendiri: pertunjukan Wayang Kulit dengan bahasa Jerman. Dalang Ki Sigit Susanto dari Kendal membawakan kisah Ramayana, membuat penonton Swiss terhubung dengan dunia pewayangan yang klasik, namun dibalut bahasa yang akrab di telinga mereka. Tari Merak dari Jawa Barat yang anggun dan Tari Oleg Tambulilingan dari Bali yang gemulai turut menghidupkan suasana, menyuguhkan kelembutan di sela riuhnya energi nusantara.
Tak hanya pentas seni, Colourful Indonesia juga menjadi ruang pertemuan budaya. Bazar kuliner dan handicraft Indonesia menghadirkan cita rasa serta karya tangan yang memikat. Di sudut lain, pameran Ulos dari Sumatera Utara dan berbagai kebaya Indonesia menampilkan keindahan tekstil tradisional, lengkap dengan presentasi makna yang terkandung dalam setiap helai kain. Musik pun mengalun, dari lantunan khas Sumatera Utara hingga harmoni angklung grup Padasuka, yang dimainkan bersama oleh orang Indonesia dan Swiss—sebuah simbol persahabatan lintas bangsa.
Sebagai penutup, simbol jembatan budaya antara Indonesia dan Swiss, sebuah kenangan bahwa malam itu mereka pernah menyelami keindahan negeri kepulauan yang jauh di timur.
Colourful Indonesia bukan sekadar pagelaran budaya. Ia adalah perayaan identitas, cinta tanah air, dan pesan universal bahwa seni adalah bahasa yang menyatukan manusia, tanpa memandang batas. Di Winterthur, Indonesia tidak hanya tampil; ia berdenyut, hidup, dan memancarkan warna-warni nusantara bagi dunia( Christian Saputro)