Semarang – Udara Semarang siang itu, Jumat (26/09/2025) terasa berbeda. Di balik teduh pepohonan kampus Universitas Katolik Soegijapranata (Unika), denyut akademik beradu dengan irama diplomasi. Pukul sebelas lewat lima belas, aula utama mulai dipenuhi tamu undangan. Suasana hangat segera tercipta ketika Patricia, sang MC, membuka acara dengan sapaan penuh semangat—seakan menyulam benang merah antara para akademisi, mahasiswa, dan tamu kehormatan yang hadir.
Tak lama, Prof. Dr. Ferdinandus Hindiarto, Rektor Unika, naik ke podium. Dalam suaranya, tergambar kebanggaan sekaligus visi jauh ke depan. Ia memperkenalkan wajah Unika: sebuah universitas yang berakar kuat pada nilai kemanusiaan, namun terbuka lebar terhadap arus global. Ia menegaskan, pendidikan hari ini tak lagi bisa berdiri sendiri; ia harus menjadi jembatan lintas negara, lintas budaya, bahkan lintas disiplin ilmu.
Dan tepat pukul 11.30, jembatan itu hadir dalam sosok Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Fabien Penone. Dengan senyum diplomatis, ia menyampaikan pidato yang bukan hanya ramah, tetapi juga sarat arah masa depan. “Kolaborasi adalah kunci menghadapi dunia yang kian terhubung,” ucapnya. Ia berbicara tentang peluang pertukaran pelajar, riset bersama, hingga ruang besar yang disediakan Prancis bagi mahasiswa Indonesia untuk mengakses pendidikan bertaraf global.
Hadir pula PHC Nusantara yang mengisi panggung dengan presentasi tentang kerja sama kesehatan lintas negara, serta tim IUP (International Undergraduate Program) Unika yang menyingkap keunggulan kurikulum internasional. Para mahasiswa asing yang sudah berproses di Semarang menjadi saksi hidup bahwa globalisasi pendidikan bukan slogan, melainkan pengalaman nyata.
Namun, sorotan hari itu jatuh pada presentasi bertajuk “Green Innovation for Sustainable Future”. Dosen dan mahasiswa Unika tampil sebagai duta-duta kecil keberlanjutan: memamerkan riset arsitektur tropis ramah lingkungan, teknologi pengolahan limbah organik menjadi energi, hingga gagasan ketahanan pangan lokal berbasis kearifan Jawa. Seakan kampus ini sedang berkata, “Inilah wajah masa depan kami—hijau, berakar, dan mendunia.”
Dubes Penone menyimak penuh atensi. Ada kilatan kagum ketika ia menanggapi presentasi itu sebagai “langkah yang sejalan dengan agenda global Prancis dalam transisi energi dan pembangunan hijau.” Bagi Unika, pujian itu bukan sekadar pengakuan, melainkan legitimasi bahwa inovasi lokal bisa berbicara dalam bahasa universal.Acara berakhir dengan foto bersama, tur kampus, dan dialog santai antara mahasiswa dengan Dubes Penone. Namun, yang tersisa lebih dari sekadar dokumentasi atau seremoni. Hari itu, Unika Soegijapranata menegaskan diri sebagai ruang di mana ilmu pengetahuan, diplomasi, dan keberlanjutan berkelindan.
Di Semarang, sebuah universitas swasta di tengah kota besar menyalakan obor kerjasama global—dengan akar yang tetap tertanam kuat pada tanah budaya sendiri. Dan dari sana, lahirlah keyakinan baru: bahwa pendidikan tak hanya mencetak sarjana, melainkan juga menumbuhkan jembatan yang menghubungkan dunia. (Christian Saputro)




