Bengkulu Tengah – Sengketa tanah antara masyarakat Desa Padang Betuah, Kecamatan pondok kelapa kabupaten Bengkulu Tengah, dengan sebuah perusahaan (PT GMP) hingga kini masih berlarut tanpa kepastian hukum. Lahan warga yang dikuasai sejak tahun 1988 tak kunjung diganti rugi sebagaimana dijanjikan.
Awal mula persoalan terjadi pada era Gubernur Suprapto tahun 1988. Saat itu, perusahaan meminta tanah masyarakat untuk ditanami wijen dengan catatan akan dilakukan bembebasan atau ganti rugi sesuai kesepakatan tanah yg di pinggir jalan (klas A) akan di ganti rugi sebesar Rp.3.000.000/hektar dan yg di belakang atau klas B akan di ganti rugi sebesar Rp.1.500.000/hektar.
Namun, realisasinya hanya sebatas uang panjar sebesar Rp200 ribu, ada juga yang di bayar 150 ribu tanpa ada pelunasan hingga hari ini. Itu pun bukan ganti rugi tanah melainkan ganti rugi tanam tumbuh seperti durian, mangga, jengkol dan lain-lain lain.
Mantan Kepala Desa Padang Betuah, Sofyan Efendi, mengatakan pihak pemerintah desa tidak akan menerbitkan dokumen atau surat menyurat terkait lahan tersebut. Hal itu, kata Sofyan, merupakan kesepakatan bersama kepala desa terdahulu.
“Sejak kepemimpinan A. Rifai Ishak, Hermansyah. Sofyan Efendi. Kalidi, hingga kepala desa sekarang Purnawarman. kami semua satu suara: tanah itu tidak boleh dibuatkan dokumen apa pun. Saya memastikan kepala desa setelah saya tidak akan mengeluarkan dokumen sebelum ada penyelesaian,” ujar Sofyan.
Menurutnya, perusahaan bahkan tidak memiliki HGU (Hak Guna Usaha) karena syarat utama berupa penyelesaian pembayaran kepada masyarakat tidak pernah dipenuhi.
Zul azim saat di temui tim Sumatra post mengatakankan, mereka tidak pernah menjual tanah tersebut kepada perusahaan. Namun hanya ganti rugi tanaman tumbuh, bukan pembelian lahan. Oleh sebab itu, warga menuntut tanah dikembalikan ke pemilik sahnya.
“Ini sudah 36 tahun lebih tidak ada penyelesaian. Kami hanya minta hak kami kembali, karena tanah ini bukan milik PT,” tegas Zul azim.
Hingga kini, masyarakat Desa Padang Betuah masih menunggu iktikad baik perusahaan untuk menuntaskan persoalan yang sudah berlangsung lebih dari tiga dekade.
(Tim SumateraPost Bengkulu)