Oleh: Gino, S.Pd., M.H.*)
Sumaterapost.co. Pendahuluan
Pada bagian penjelasan umum didalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) disebutkan bahwa gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan pendidikan, prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada kandungan, proses, dan manajemen sistem pendidikan.
Dari penjelasan diatas dapat kita peroleh tiga hal penting untuk melihat bagaimana sistem pendidikan kita dibangun sesuai dengan tuntutan zaman sekaligus sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu pertama, memberikan otonomi kepada setiap daerah untuk mengelola pendidikannya. Kedua, membangun relasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota dan ketiga, memberikan peran bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan.
Hal yang pertama dan kedua, yaitu pemberian otonomi daerah serta bagaimana relasi yang harus dibangun oleh pemerintahan pusat dengan daerah sudah diatur secara rinci didalam Undang-Undang Otonomi Daerah serta Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Puisat dan Pemerintah Daerah. Lalu bagaimana dengan pemberian peran bagi masyarakat agar dapat memberikan masukan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan?
Sejalan dengan semangat gerakan reformasi yang menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka sebenarnya semangat tersebut sudah diakomodasi dengan baik didalam UU Sisdiknas. Pada tingkat satuan pendidikan, manajemen pengelolaan ditetapkan dengan menerapkan manajemen pendidikan berbasis sekolah/madrasah. Di tingkat Kota/Kabupaten, provinsi sampai di tingkat nasional peran masyarakat diberikan dalam bentuk Dewan Pendidikan.
Peran Strategis Dewan Pendidikan
Sistem pendidikan nasional merupakan pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk masyarakat. Dalam konteks reformasi pendidikan di Indonesia, peran masyarakat diakomodasi melalui pembentukan Dewan Pendidikan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Keberadaan Dewan Pendidikan diatur secara resmi oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menempatkannya sebagai lembaga mandiri yang beranggotakan perwakilan dari masyarakat, profesional, dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya.
Didalam UU Sisdiknas ruang peran masyarakat sudah diatur didalam beberapa aturan, antara lain :
Pasal 4 UU Sisdiknas yang menegaskan tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan pada poin (6), bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Pada Pasal 8 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Secara lebih nyata peran Dewan Pendidikan disebutkan didalam pasal Pasal 56 ayat (1) disebutkan bahwa masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang menyatakan bahwa perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
Sebagai mitra pemerintah, Dewan Pendidikan memiliki mandat untuk memberikan pertimbangan, saran, dan pengawasan terhadap kebijakan, program, serta pelaksanaan pendidikan di daerah.
Makalah ini akan menganalisis secara mendalam peran strategis Dewan Pendidikan, mengidentifikasi tantangan yang dihadapinya, dan mengevaluasi potensinya sebagai katalisator perubahan positif dalam sistem pendidikan nasional.
Ketentuan lebih rinci tentang Dewan Pendidikan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010. Dalam PP ini diatur sebagai berikut:
Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan. Peran serta masyarakat secara khusus dalam pendidikan dapat disalurkan melalui:
a. dewan pendidikan tingkat nasional;
b. dewan pendidikan tingkat provinsi;
c. dewan pendidikan tingkat kabupaten/kota;
d. komite sekolah/madrasah; dan/atau
e. organ representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan
Dewan pendidikan terdiri atas Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/ Kota.
Dewan pendidikan berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Dewan pendidikan menjalankan fungsinya secara mandiri dan profesional. Dewan pendidikan bertugas menghimpun, menganalisis, dan memberikan rekomondasi kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan.
Dewan pendidikan melaporkan pelaksanaan tugas kepada masyarakat melalui media cetak, elektronik, laman, pertemuan, dan/atau bentuk lain sejenis sebagai pertanggungjawaban publik
Anggota dewan pendidikan terdiri atas tokoh yang berasal dari:
a. pakar pendidikan;
b. penyelenggara pendidikan;
c. pengusaha;
d. organisasi profesi;
e. f. pendidikan berbasis kekhasan agama atau sosial-budaya; dan pendidikan bertaraf internasional;
g. pendidikan berbasis keunggulan lokal; dan/atau
h. organisasi sosial kemasyarakatan.
Rekrutmen calon anggota dewan pendidikan dilaksanakan melalui pengumuman di media cetak, elektronik, dan laman. Masa jabatan keanggotaan dewan pendidikan adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Dewan Pendidikan Provinsi berkedudukan di ibukota provinsi. Anggota Dewan Pendidikan Provinsi ditetapkan oleh gubernur. Anggota Dewan Pendidikan Provinsi berjumlah paling banyak 13 (tiga belas) orang.
Gubernur memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Provinsi atas dasar usulan dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Provinsi yang dibentuk oleh gubernur. Panitia pemilihan mengusulkan kepada gubernur paling banyak 26 (dua puluh enam) orang calon anggota Dewan Pendidikan Provinsi setelah mendapatkan usulan dari: a. organisasi profesi pendidik; b. organisasi profesi lain; atau c. organisasi kemasyarakatan.
Fungsi Sebagai Mitra Pemerintah Daerah
Salah satu peran fundamental Dewan Pendidikan adalah menjadi mitra kerja pemerintah daerah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan pendidikan. Dalam perannya ini, Dewan Pendidikan berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan aspirasi masyarakat dengan birokrasi pendidikan.
Dewan ini bertugas memberikan pertimbangan strategis kepada pemerintah daerah mengenai berbagai isu, mulai dari alokasi anggaran, pengembangan kurikulum lokal, hingga peningkatan kesejahteraan guru.
Pertimbangan ini tidak bersifat mengikat, namun diharapkan dapat menjadi masukan berharga yang berbasis pada kebutuhan riil di lapangan. Misalnya, Dewan Pendidikan dapat mengusulkan program pelatihan guru yang lebih relevan dengan tantangan abad ke-21 atau memberikan masukan untuk perbaikan fasilitas sekolah yang belum memadai.
Melalui dialog yang konstruktif, Dewan Pendidikan membantu pemerintah daerah menyusun kebijakan yang lebih responsif dan akuntabel terhadap kebutuhan pendidikan di wilayahnya.
Fungsi Pengawasan dan Kontrol Sosial
Selain sebagai mitra, Dewan Pendidikan juga mengemban fungsi pengawasan dan kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pendidikan. Fungsi ini sangat krusial untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana serta pelaksanaan program pendidikan.
Dewan Pendidikan berhak untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja satuan pendidikan dan dinas pendidikan setempat. Mereka dapat menampung aduan dari masyarakat terkait penyimpangan, maladministrasi, atau praktik-praktik yang merugikan. Contohnya, jika ada dugaan pungutan liar di sekolah, Dewan Pendidikan dapat menindaklanjuti laporan tersebut dan merekomendasikan sanksi atau perbaikan kepada pihak berwenang.
Peran pengawasan ini menjadikan Dewan Pendidikan sebagai “watchdog” independen yang melindungi hak-hak siswa dan orang tua, serta mendorong terwujudnya tata kelola pendidikan yang bersih dan profesional.
Peran Mediator Komunitas dan Pendorong Partisipasi Masyarakat
Peran unik Dewan Pendidikan adalah sebagai mediator antara berbagai elemen masyarakat dan pihak sekolah atau dinas pendidikan. Seringkali, terjadi kesenjangan komunikasi atau kesalahpahaman antara orang tua, guru, komite sekolah, dan pemerintah. Dewan Pendidikan bertugas menjembatani perbedaan ini, mencari solusi yang adil, dan mempromosikan kolaborasi.
Selain itu, Dewan Pendidikan juga berperan aktif dalam mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam urusan pendidikan. Mereka dapat mengorganisir forum-forum diskusi, seminar, atau lokakarya untuk meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu pendidikan. Dengan demikian, Dewan Pendidikan tidak hanya menunggu masukan, tetapi juga proaktif dalam membangun jejaring dan mobilisasi sumber daya dari masyarakat untuk mendukung kemajuan pendidikan.
Tantangan dan Kendala dalam Pelaksanaan Peran
Meskipun memiliki peran yang strategis, Dewan Pendidikan tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan wewenang yang dimilikinya. Kewenangan Dewan Pendidikan bersifat non-struktural dan hanya sebatas memberikan pertimbangan atau rekomendasi, bukan keputusan. Hal ini terkadang membuat rekomendasi mereka tidak ditindaklanjuti secara efektif oleh pihak pemerintah.
Tantangan lain adalah pendanaan yang terbatas, yang membuat Dewan Pendidikan kesulitan dalam melaksanakan program-programnya secara mandiri. Kualitas sumber daya manusia (SDM) anggotanya juga menjadi isu penting; keberagaman latar belakang anggota terkadang tidak diikuti oleh pemahaman yang memadai mengenai isu-isu pendidikan yang kompleks.
Selain itu, potensi intervensi politik atau kepentingan pribadi dalam keanggotaan Dewan Pendidikan dapat merusak independensinya dan mengurangi kredibilitasnya di mata masyarakat.
Implementasi Peran di Tingkat Lokal
Implementasi peran Dewan Pendidikan sangat bervariasi di setiap daerah. Di beberapa daerah, Dewan Pendidikan berhasil menjadi motor penggerak perbaikan pendidikan. Misalnya, di salah satu Kabupaten/Kota, Dewan Pendidikan berhasil menginisiasi program advokasi untuk memperjuangkan anggaran pendidikan yang lebih besar, yang akhirnya menghasilkan peningkatan alokasi dana untuk rehabilitasi sekolah rusak.
Di Kota lain, Dewan Pendidikan berhasil memediasi sengketa antara orang tua dan sekolah mengenai kebijakan seragam, yang diselesaikan dengan musyawarah mufakat yang adil. Namun, di banyak tempat lain, Dewan Pendidikan masih berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan relevansi, seringkali hanya berfungsi sebagai forum seremonial tanpa dampak yang signifikan.
Kesimpulan
Dewan Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dan multifungsi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sebagai mitra, pengawas, dan mediator, ia berperan sentral dalam memastikan bahwa pendidikan di Indonesia tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan wewenang dan pendanaan, potensi Dewan Pendidikan sebagai agen perubahan sangatlah besar. Keberhasilannya di masa depan sangat bergantung pada independensi kelembagaan, kompetensi anggotanya, dan komitmen dari pemerintah daerah untuk benar-benar mendengarkan dan menindaklanjuti masukan dari masyarakat.
Dengan penguatan peran Dewan Pendidikan, diharapkan sistem pendidikan nasional akan semakin responsif, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan terbaik bagi para siswa.
*) Pemerhati Pendidikan, Peserta Seleksi Dewan Pendidikan Provinsi Lampung