Metro – Iklim investasi di Kota Metro kini berada di titik kritis. Para pengusaha, khususnya di sektor properti, mengaku sulit merealisasikan proyek baru karena proses perizinan macet. Kondisi ini disebut dipicu oleh kesalahan fatal dalam penyusunan peta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang digunakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Metro dan terintegrasi dengan sistem perizinan nasional.
Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Lampung, Yuliana Gunawan, menyebutkan bahwa akibat peta tata ruang yang bermasalah tersebut, Kota Metro praktis menjadi “zona merah” bagi investor baru.
> “Kota Metro ini sekarang seperti menutup diri bagi investor. Begitu kami ajukan permohonan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) lewat sistem OSS, pengajuan langsung ditolak otomatis oleh sistem,” tegas Yuliana saat dimintai keterangan.
—
Sistem Otomatis Tolak KKPR
Menurut Yuliana, akar persoalan terletak pada sinkronisasi data tata ruang antara Pemkot Metro dan sistem Online Single Submission – Risk Based Approach (OSS-RBA) yang dikelola oleh pemerintah pusat.
Seluruh izin usaha, terutama di sektor properti dan pembangunan kawasan, kini diverifikasi secara digital. Jika data peta RDTR atau RTRW yang dimasukkan oleh pemerintah daerah tidak akurat—misalnya lahan yang seharusnya menjadi zona permukiman malah ditetapkan sebagai zona hijau atau konservasi—maka sistem OSS otomatis menolak permohonan izin.
> “Para pengusaha sudah siapkan modal dan lahan, tapi semua berhenti di sistem digital yang menolak karena data tata ruangnya salah. Ini jelas akibat kelalaian Pemda dalam menetapkan peta tata ruang yang tidak akurat,” ujarnya.
Yuliana menegaskan, kesalahan teknis tersebut bukan sekadar urusan administratif, tetapi telah mematikan potensi ekonomi daerah.
—
Ekonomi Terancam Stagnan
Dampak dari macetnya izin investasi ini, lanjut Yuliana, sangat luas. Tidak hanya menekan pengembang dan investor, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi daerah secara keseluruhan.
> “Setiap proyek yang tertunda berarti hilangnya peluang lapangan kerja dan potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak maupun retribusi. Kota Metro kehilangan momentum untuk tumbuh,” kata dia.
Para pengusaha kini merasa terjepit antara dua kebijakan: aturan ketat dari sistem OSS pusat dan data tata ruang yang salah dari Pemda.
> “Kami seperti diadu domba antara sistem pusat dan data daerah. Selama peta RDTR dan RTRW ini tidak direvisi serta diverifikasi ulang, Metro akan terus tertinggal,” tegasnya.
—
Desakan Perbaikan RDTR
DPD REI Lampung mendesak Pemkot Metro segera melakukan perbaikan menyeluruh terhadap peta tata ruang serta memastikan data yang disinkronkan dengan OSS-RBA benar-benar valid dan sesuai dengan kondisi lapangan.
> “Kami minta Pemkot Metro bertanggung jawab. Segera lakukan koreksi teknis dan percepatan revisi RDTR agar investasi bisa masuk lagi. Tanpa itu, Metro akan terus ‘mati suri’ secara ekonomi,” pungkas Yuliana.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pemerintah Kota Metro belum memberikan tanggapan resmi terkait persoalan disharmonisasi data RDTR yang dikeluhkan kalangan pengusaha. (red).