Benny N.A Puspanegara
Pemerhati Kebijakan Hukum, Sosial dan Publik dan Putera Lampung Barat
Sumaterapost.co | Lampung – “Jika seorang Sekda bisa terseret skema penipuan bantuan palsu, maka ada dua kemungkinan: entah ia terlalu polos untuk sebuah jabatan tinggi, atau terlalu lihai untuk mengakuinya.”
Saya, sebagai putera Lampung Barat, terus terang geleng kepala.
Bukan karena jumlah uang yang disetorkan para kepala sekolah itu masih level recehan bagi kejahatan kerah putih
melainkan karena ada dugaan keterlibatan pejabat setingkat Sekretaris Daerah dalam permainan yang, mohon maaf, kualitasnya bahkan tidak sehebat modus pinjaman online.
Kalau benar seorang Sekda terlibat, maka:
“Integritas birokrasi jatuh; yang tersisa hanya keberanian untuk pura-pura tidak tahu.”
1. Jika Sekda adalah korban, itu tragis.
Jika ia diduga terlibat, itu kriminal.
Jika keduanya ditutupi, itu skandal negara kecil.
Mari kita bicara blak-blakan.
A. Jika Sekda adalah korban
Maka kompetensinya berada di titik yang perlu dipertanyakan ulang.
Pejabat yang harusnya hafal SOP, juklak, juknis, struktur anggaran, dan alur APBN justru terjebak modus “bantuan pusat bayar dulu”.
Ini ibarat kapten kapal yang tenggelam karena percaya petunjuk arah dari penjual kompas di pasar malam.
Dan dari sisi hukum, jika pejabat negara bisa terjebak transaksi ilegal seperti itu, maka ia tetap berpotensi melanggar:
PP 94/2021 tentang Disiplin PNS
Pasal kewajiban menjaga martabat ASN dan larangan melakukan tindakan yang merugikan negara.
UU No. 20/2023 tentang ASN
Kewajiban berperilaku profesional dan cakap dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
Sederhananya:
Menjadi korban tidak membuat seorang pejabat tinggi otomatis menjadi benar. Ia tetap lalai, tetap salah prosedur.
B. Jika Sekda bukan korban, melainkan diduga bagian dari permainan
Maka jebakannya jauh lebih dalam dan hukumnya jauh lebih tegas.
Karena dugaan penyalahgunaan wewenang, pengumpulan dana, janji bantuan, dan pengorganisasian skema fiktif berpotensi masuk ke:
Pasal 11 dan 12 UU Tipikor
Penyalahgunaan jabatan, suap, pungutan liar, atau perbuatan memperkaya diri sendiri.
Pasal 12B UU Tipikor
Jika terbukti menerima gratifikasi dari setoran kepala sekolah.
Pasal 378 KUHP
Penipuan, jika terbukti menyesatkan korban untuk menyerahkan uang.
UU Pelayanan Publik
Larangan melakukan pungutan di luar ketentuan dan menyesatkan masyarakat.
PP 94/2021 tentang Disiplin PNS
Sanksi berat: Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Dan jangan lupa:
Jika ada keuntungan pribadi dari skema tersebut, maka pemeriksaan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) pun bisa dilakukan.
Itu bukan saya yang mengatakan Sekda bersalah
itu aturan hukum yang bicara jika dugaan itu terbukti.
2. Bupati Lampung Barat:
Mau pimpin daerah atau pimpin keluarga? Pilih salah satu.
Saya harus mengucapkan sesuatu yang mungkin pahit, tapi penting:
“Jika seorang Sekda yang diduga terlibat tidak segera dinonaktifkan, maka Bupati akan terlihat lebih sibuk melindungi keluarga daripada melindungi rakyat.”
Ini bukan serangan personal.
Ini logika publik.
Ketika:
kasusnya besar,
korbannya banyak,
dugaan kuat,
dan hubungan keluarga nyata,
maka diam adalah bentuk sikap paling keras yang justru berbicara: ‘Ada yang sedang dijaga.’
Lampung Barat tidak boleh dipimpin oleh rasa sungkan keluarga.
Lampung Barat harus dipimpin oleh keberanian memilih hukum di atas darah.
3. Maka saya meminta dengan sangat jelas dan tanpa alegori
Agar KEJAKSAAN TINGGI LAMPUNG segera turun tangan.
Tidak cukup “mengikuti perkembangan”.
Tidak cukup “menunggu laporan”.
Tidak cukup “mengamati”.
Kasus berjamaah dengan puluhan korban ini harus DIMULAI dari penyidikan pejabat tingkat atas dulu.
Karena sudah terlalu sering:
Staf ditangkap, honorer diseret, kepala sekolah dipersalahkan
sementara pejabat tinggi yang mengatur malah duduk manis sambil merasa suci.
Sudah cukup.
Kalau dugaan ini benar, maka:
“Para kepala sekolah bukan korban pertama, mereka hanya korban yang paling lemah.”
Saya meminta secara tegas:
Kejati Lampung harus memanggil, memeriksa, dan mendalami peran oknum Pejabat berinisial N.U.
Tak peduli jabatan.
Tak peduli hubungan.
Tak peduli siapa-bapaknya-siapa.
Hukum tidak boleh jadi selembut kapas untuk pejabat,
namun sekeras batu untuk rakyat kecil.
4. Pendidikan Jangan Dijadikan Medan Pemalakan
Apa yang terjadi ini bukan sekadar pelanggaran hukum.
Ini adalah pukulan moral.
Ketika guru-guru dan kepala sekolah dipaksa menyetor uang, itu artinya:
idealisme pendidikan diinjak,
masa depan anak-anak dirampas,
dan Lampung Barat sedang dijadikan pasar gelap janji bantuan.
Jika benar Sekda terlibat, maka wajar publik bertanya:
“Jika yang menjaga pintu justru diduga membuka jalan untuk penipuan, bagaimana rakyat bisa merasa aman?”
Penutup:
Bersih atau Bersih-bersih? Sekarang Lampung Barat Menentukan Jalan.
Izinkan saya menutup dengan sindiran yang mungkin pedas, tapi tepat sasaran:
“Lebih baik Lampung Barat dipimpin pejabat yang cerdas tapi miskin,
daripada pejabat yang kaya tapi gelap mata.”
Dan satu lagi:
“Jika Sekda terbukti tertipu, itu kebodohan birokrasi.
Jika Sekda terbukti menipu, itu kejahatan birokrasi.
Tapi jika keduanya ditutupi oleh kekuasaan, itu tragedi Lampung Barat.”
Saya meminta Kejaksaan Tinggi Lampung bertindak.
Saya meminta Bupati Lampung Barat berani.
Dan saya meminta rakyat tidak diam.
Karena kebenaran tidak pernah lahir dari keheningan
ia lahir dari keberanian. (ndy)




