Benny N.A. Puspanegara
Pemerhati kebijakan hukum, sosial dan publik
Sumaterapost.co | Jakarta – Saya menyimak dugaan penganiayaan seorang pejabat tinggi PLN terhadap juru parkir, dan semakin saya baca, semakin saya merasa:
ada yang salah dengan cara sebagian pejabat mempersepsikan dirinya sendiri.
Seolah-olah jabatan itu bukan amanah, tetapi lisensi untuk bertindak tanpa akal sehat.
Mari kita ucapkan terus terang:
Dugaan perilaku seperti ini hanya menunjukkan bahwa ada pejabat yang merasa jabatannya setara dengan kekebalan hukum, dan rakyat kecil itu cuma ornamen yang boleh diperlakukan sesuka hati.
Jika benar demikian, ini bukan sekadar arogansi ini kegagalan moral total.
Saya heran, PLN itu perusahaan negara, bukan gelanggang gladiator tempat pejabatnya bisa menghunus benda tajam seenaknya.
Kalau setiap persoalan kecil direspons dengan gaya koboi seperti ini, saya khawatir nanti PLN perlu menambah divisi baru:
Divisi Pengendalian Emosi dan Pencegahan Premanisme Berjabatan.
Dan yang membuat publik terperangah adalah cepatnya arah penyelesaian menuju restorative justice.
Begitu cepat, sampai-sampai rakyat kecil pasti hanya bisa geleng kepala dan berkata:
“Wah, enaknya kalau jadi pejabat. Bukan cuma listrik yang bisa cepat dipadamkan, kasus pun bisa cepat dilunakkan.”
Saya tidak menolak restorative justice. Saya menolak penyalahgunaannya.
Instrumen yang semestinya melindungi korban, justru dipakai untuk meredam akibat dari aksi yang diduga menimbulkan keresahan publik.
Ini jelas mencoreng profesionalisme dan melukai rasa keadilan masyarakat.
Dan saya yakin, Presiden Prabowo Subianto yang terkenal tegas, santun, dan sangat menghormati rakyat kecil, pasti kecewa melihat tontonan seperti ini.
Presiden ingin pejabat yang berperilaku seperti negarawan, bukan seperti penguasa yang kehilangan nalar di tempat parkir.
Karena itu saya mendesak Menteri BUMN untuk mengambil langkah tegas.
Jika BUMN ingin dipercaya rakyat, maka pejabatnya harus mencerminkan nilai moral yang lebih tinggi, bukan malah lebih rendah daripada persoalan yang ia hadapi.
Pencopotan jabatan bukanlah hukuman—itu adalah pemulihan martabat institusi.
Dan kepada pelaku yang diduga melakukan penganiayaan terhadap juru parkir, izinkan saya menyampaikan satu kalimat yang semoga bisa masuk ke ruang refleksi diri:
“Jika jabatan membuat Anda merasa lebih besar, mungkin yang sebenarnya membesar hanyalah bayang-bayang kesombongan Anda sendiri.”
Rakyat kecil sudah menahan sabar setiap hari.
Sudah patuh, sudah tertib, sudah berusaha hidup di tengah kesulitan.
Jangan sampai kesabaran mereka hancur hanya karena ulah satu pejabat yang lupa bahwa kuasa tidak abadi, tapi rekam jejak moral adalah catatan yang tidak bisa dipadamkan bahkan oleh listrik PLN sekalipun.(ndy)




