Oleh David , Kurator Seni Rup tinggal di Bandar Lampung
Sanggar Seni Lampung Ornament, 23/11/2025 direncanakan akan menggelar pameran seni rupa yang bertajuk “Pamer Pamor” di Gedung Presentasi Dewan Kesenian Lampung, Pameran ini merupakan program Bantuan Pemajuaan Kebudayaan wilayah VII Lampung, Bengkulu yang diselenggarakan oleh SS Lampung Ornament kerja bareng Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Lampung 29 Nove-4 Des 2025 mendatang.
Seni rupa butuh keseimbangan dan kesetaraan dalam membentuk dinamika dan harmonisasi, dalam ruang pameran juga dibutuhkan instrument pendukung sehingga terbentuk managemen Pameran yang terstruktur dengan agenda yang sudah dibuat sehingga terlaksana dengan baik.
Pembacaan tematik dalam sebuah pameran tentu harus difahami dan ditela’ah dalam penciptaan karya seni, proses perjalanan tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar, namun butuh penghayatan, pendalaman, penglihatan secara seksama.
Sejak awal abad ke-20, di mana pemikiran modern mulai berkembang di Indonesia, kita dapati gelombang beberapa perupa yang memilih untuk benar-benar meninggalkan tradisi, namun dialektika ini tidak lantas mematikan kesenian lama, bahkan terus berkembang dengan teknik dan isme yang berbeda-beda.
Menjelajah
“Pamer Pamor” menjelajah waktu dengan berbagai dinamika yang ada dengan kesetaraan dan satu tujuan membentuk ekosistem seni rupa di Provinsi Lampung, eforia presentasi karya, berpameran dengan kerja-kerja kolektif cukup membaik dengan hadirnya karya-karya perupa muda membentuk keseimbangan lintas usia, kesetaraan dalam ruang apresiasi tidak membedakan latar belakang pendidikan, akademi. Otodidak melebur menjadi satu.
Berbagai isme/aliran karya 2 dimensi dengan goresan warna yang membentuk cerita didalamnya, kekuatan “Pamer Pamor terlihat dari garis, bentuk struktur warna dan makna didalamnya, seni rupa bukanlah praktik di ruang kosong, disadari atau tidak, praktik seni rupa niscaya menimba inspirasinya dari kenyataan sekitar dan karenanya setiap karya seni merupakan reservoir dari kesan sang perupa terhadap lingkungannya.
Atas dasar itu, karya seni rupa selalu dapat didekati sebagai dokumen sosio-historis. Di sana kita temukan kegelisahan batin sang perupa dan harapan tersembunyinya atas dunia yang ia hidupi, baik itu dunia perupaan yang sempit maupun dunia sosial yang lebih luas. Karya seni adalah sumber sejarah.
Capaian-capaian karya seni yang di pamerkan tentu saja bukan hal tentang sold/terjual”,tetapi bagaimana karya seni tersebut terapresiasi dengan baik dengan kuni kunjungan masyarakat pecinta seni sehingga terbentuk dialektika antara aprer karya seni dalam satu ruang presnetasi sehingga terapresiasi dengan I tersebut.
Fenomena baru dikalangan masyarakat umum, dengan hadirnya kegiatan pamei. rupa pada umumnya ruang pamer dijadikan ajang menciptakan konten oleh sang creator untuk mendapatkan moment-moment sesaat, untuk mendapatkan viewer, like dan komen dimedia sosialnya, bukan menjadi ajang riset tentang kekaryaan, proses perjalanan membentuk kanvas kosong menjadi karya seni yang bernilai tinggi.
Namun hal tersebut menjadi dokumentasi dan kebanggan tersendiri bagi kalangan perupa secara tidak langsung, dengan karya seninya terekspose dimedia social, namun secara tidak langsung tidak disadari tentang bahaya yang mengancam karya tersebut.
eforia presentasi karya, berpameran dengan kerja-kerja kolektif cukup membaik dengan hadirnya karya-karya per muda membentuk keseimbangan lintas usia, kesetaraan dalam ruang apresiasi tio… membedakan latar belakang penuidikan, akaderni. Otodidak melebur menjadi satu.
Berbagai isme/aliran karya 2 dimensi dengan goresan warna yang membentuk cerita didalamnya, kekuatan “Pamer Pamor” terlihat dari garis, bentuk struktur warna dan makna didalamnya, seni rupa bukanlah praktik di ruang kosong, disadari atau tidak, praktik seni rupa niscaya menimba inspirasinya dari kenyataan sekitar dan karenanya setian karva seni merupakan reservoir dari kesan sang berupa terhadap lingkunganva tetapi bagaimana karya seni tersebut terapresiasi dengan baik dengan kunjungan-kunjungan masyarakat pecinta seni sehingga terbentuk dialektika antara apresiator dan karya seni dalam satu ruang presnetasi sehingga terapresiasi dengan baik karya tersebut.
Fenomena baru dikalangan masyarakat umum, dengan hadirnya kegiatan pameran seni rupa pada umumnya ruang pamer dijadikan ajang menciptakan konten oleh sang creator untuk mendapatkan moment-moment sesaat, untuk mendapatkan viewer, like dan komen dimedia sosialnya, bukan menjadi ajang riset tentang kekaryaan, proses perjalanan membentuk kanvas kosong menjadi karya seni yang bernilai tinggi.
Namun hal tersebut menjadi dokumentasi dan kebanggan tersendiri bagi kalangan perupa secara tidak langsung, dengan karya seninya terekspose dimedia social, namun secara tidak langsung tidak disadari tentang bahaya yang mengancam karya tersebut, tergores, tersentuh oleh masyarakat yang tidak faham tentang SOP dalam ruang pameran.
Waktu
Waktu terus berjalan sesuai pada porosnya, seni rupa Lampung terus berproses menciptakan moment-moment sejarah seni rupa, pendanda dan goresan-goresan penciptaan karya seni terus dilakukan, me-regenerasi dari tahun ketahun selalu berubah -ubah dengan ke-khasan dan isme yang berbeda-beda.
Era tahun 90 an dengan pendekatan karya-karya kontemporer pada zamannya, masuk era 2000 an muncul perupa-perupa muda yang asik bermain-main di isme realisme dengan visual pendekatan naturalism, kini di era digitalisasi muncul kembali karya-karya kontemporer dan suryalisme di era perupa perupa muda dengan sentuhan dan konsep teransformasi budaya.
Namun dibalik semua itu sangat minim keberadaaanya yang disebut sebagai kolektor seni untuk menciptakan, keseimbangan dan kesejahteraan bagi perupa yang terus menciptakan, menggoreskan sejarah untuk Provinsi Lampung yang kita cintai ini.
Padahal berkembangnya kesenian lebih terkhusus seni rupa disebuah daerah harus ada keseimbangan antara creator dan kolektor yang menopang pergerakan kesenian dalam penciptaan karya, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai karya seni, mengapresiasi karya seni dengan mendukung mengkoleksi karya tersebut. (*)




