Semarang — Di tengah derasnya arus musik digital dan budaya populer, sebuah komunitas kecil di Semarang justru menemukan kekuatannya dari akar budaya dan kebersahajaan. Komunitas Jazz Ngisoringin menjadi bukti nyata bahwa musik jazz masih memiliki ruang tumbuh yang subur, inklusif, dan penuh semangat kolaboratif.
Lahir dari sebuah panggung sederhana “ngisor ing beringin” (di bawah pohon beringin), komunitas ini digagas oleh musisi lokal Gatot Hendraputra (alm.), Chandra Purnama, Eko Abrianto, serta grup 26 Akustik. Tempat yang dulu hanya berupa halaman terbuka kini menjadi magnet bagi para pecinta jazz dari berbagai kalangan—dari pelajar, musisi pemula, hingga profesional lintas kota.
Jazz Tanpa Sekat
Jazz Ngisoringin membuka ruang bagi siapa saja yang ingin bermain, belajar, atau sekadar menikmati musik. Setiap pekan, jamming session menjadi ajang bebas ekspresi yang membaurkan batas-batas usia, latar belakang, bahkan genre musik. Dari sini pula, komunitas ini melahirkan koneksi yang kuat dan karya-karya orisinal yang akhirnya tampil di panggung-panggung nasional seperti Indonesian Jazz Festival, Java Jazz, Ngayogjazz, hingga Jazz in Lebaran Solo.
Loenpia Jazz: Jazz dengan Rasa Semarang
Puncak dari aktivitas komunitas ini adalah Loenpia Jazz, festival tahunan yang telah mengundang musisi kenamaan seperti Monita Tahalea, Andre Hehanussa, dan Yura Yunita. Namun lebih dari sekadar konser, Loenpia Jazz adalah perayaan budaya, ajang regenerasi musisi muda, dan ruang dialog kreatif. Konsepnya yang terbuka dan bersahabat menjadikan jazz terasa akrab—bukan elitis.
Jazz sebagai Identitas Kota
Dengan semangat “dari bawah pohon beringin menuju panggung dunia”, Jazz Ngisoringin membawa misi besar: menjadikan jazz sebagai bagian dari identitas kultural Kota Semarang. Mereka percaya, jazz bukan milik segelintir elit, melainkan bahasa universal yang bisa menyatukan siapa saja.
Dukungan dari mitra seperti Wartajazz, KI Pi, dan jaringan komunitas lainnya menjadikan Loenpia Azz Jazz 2025 bukan hanya festival, tapi gerakan budaya akar rumput yang kuat. Semarang pun tak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga kota yang menggeliat lewat irama musik dan kreativitas warganya.
Jazz Ngisoringin telah membuktikan, bahwa dari sebuah panggung sederhana di bawah pohon beringin, mimpi dan musik bisa tumbuh tinggi, menyapa dunia dengan nada yang hangat dan penuh jiwa. (Christian Saputro)




