Sumaterapost.co | Tanggamus – Sengketa lahan eks HGU PT. Tanggamus Indah (TI) yang mencuat beberapa waktu belakangan mendapat perhatian serius dari Anggota Komisi IV DPRD Tanggamus, Zudarwansyah.
Menurut Politisi Gerindra tersebut, bahwa lahan yang dimaksud merupakan tanah milik negara. Namun seiring berakhirnya kontrak HGU PT. TI lahan tersebut kini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
“Tanah itu punya negara! Berhubung kontrak HGU habis, maka sementara ini digunakan oleh masyarakat. Selama dikuasai PT. TI, memang sudah banyak masyarakat setempat yang tumpang sari disana,” katanya, senin (24/11/2025).
Dia pun sangat menyayangkan kehadiran sekelompok orang mengatasnamakan adat bermarga Buay Belunguh Tanjung Hikhan yang mengklaim lahan tersebut sebagai tanah ulayat adat.
Dengan tegas dan lantang dirinya menolak klaim sepihak yang dilontarkan oleh kelompok tersebut yang menurutnya tidak berdasar.
“Buay Belunguh asli di Pekon Kagungan tidak ikut campur, dan sudah menyatakan itu tanah negara,” ungkapnya.
“Enggak bisa tanah negara sembarangan diklaim. Bisa kacau balau. Status mereka disana sepenuhnya numpang. Kalau negara mau pakai, harus angkat kaki semua darisana,” tambahnya.
Iwan Talo sapaan akrabnya menerangkan, sejarah mencatat leluhur marga Buay Belunguh sudah memberikan tanah itu ke Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1931.
Sampai sekarang, anak cucu keturunan asli pesirah Buay Belunguh di Pekon Kagungan, Kecamatan Kotaagung Timur, tidak ada yang menuntut pengembalian tanah itu ke pangkuan adat.
“Justru yang jadi pertanyaan, mereka itu dari Buay Belunguh yang mana? Buay Belunguh yang sah itu di Pekon Kagungan,” ujar Ketua Fraksi Gerindra DPRD Tanggamus tersebut.
Ia juga menuturkan, nama belakang Tanjung Hikhan yang disematkan oleh kelompok itu merupakan nama Dusun di Pekon Umbul Buah, di Kecamatan Kotaagung Timur. Sedangkan marga Buay Belunguh Tanjung Hikhan baru didirikan pada tahun 2023 kemarin. Jauh jika dibandingkan dengan marga Buay Belunguh yang telah berdiri sebelum Indonesia merdeka.
Melihat fakta itu, timbul kecurigaan dirinya jangan-jangan pembentukan marga adat baru itu hanya dijadikan sebagai kedok untuk mengambil hak atas tanah negara.
“Mereka baru berdiri tahun 2023. Takutnya cuma jadi alat untuk ambil tanah negara. Perlu diingat, pimpinan adat ada trah, bukan berdasarkan hawa nafsu,” tuturnya.
Adapun soal pemasangan patok batas wilayah adat oleh Marga Buay Nyata di lahan eks HGU PT. TI, minggu (23/11/2025) kemarin, Iwan Talo menyatakan mendukung penuh.
Ia mengatakan, aksi yang dilakukan marga Buay Nyata hanya untuk memastikan batas wilayah adat, bukan untuk mengklaim tanah negara. Berdasarkan kewilayahan adat, tanah eks HGU PT. TI memang merupakan bagian dari wilayah adat Marga Buay Nyata dan Buay Belunguh.
“Marga Buay Nyata sedang melawan kezholiman. Mereka pasang patok batas wilayah adat untuk memastikan wilayah adatnya bukan klaim tanah milik adat,” terangnya.
Untuk mengantisipasi terjadinya kisruh antara masyarakat adat Buay Nyata dan Buay Belunguh Tanjung Hikhan, dirinya mendorong pemerintah setempat dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera bertindak.
Besar harapannya agar Pemkab Tanggamus secepatnya turun tangan menyelesaikan konflik di lahan sengketa eks PT. TI.
“Saya takutnya terjadi bentrok antara Buay Nyata dan Tanjung Hikhan. Makanya, pemda dan APH harus segera ambil tindakan tegas untuk menyelesaikan permasalahan itu,” pungkasnya. (Herwansyah/tem)




