Semarang, Rabu pagi yang lembut, 26 November 2025. Udara kampus BINUS University Semarang seperti membawa aroma baru—sebuah undangan untuk menyeberang ke dunia lain. Di ruang yang dipenuhi cahaya hangat, puluhan mahasiswa berkumpul, sebagian penuh rasa ingin tahu, sebagian lagi hanya ingin merasakan pengalaman berbeda. Namun semuanya kemudian dipersatukan oleh satu sapaan sederhana yang menandai awal perjalanan: “Bonjour!”
Workshop bertajuk “Say Bonjour! A Fun French Language & Culture Workshop” yang diprakarsai Alliance Française (AF) Semarang bersama BINUS University ini bukan sekadar acara belajar bahasa. Ia adalah pintu kecil menuju Prancis—negara yang selama ini hidup dalam bayang-bayang novel, film, dan aroma roti panggang di pagi hari.
Tawa yang Membuka Pintu Bahasa
Acara dimulai dengan permainan ringan, “Bonjour – Salut Challenge”, yang seketika mencairkan segala kekakuan. Di bawah arahan lincah MC Arawinda Nariswari Dewi, para peserta tersenyum, tertawa, bahkan sesekali saling menggoda ketika lidah mereka tersandung pada sapaan Prancis yang meluncur belum terlalu fasih.

Kata-kata itu menggema di benak peserta, seakan mengingatkan bahwa belajar bahasa bukan hanya memahami struktur kalimat, tetapi merawat hasrat untuk mengerti manusia lain.
Membuka Peta Menuju Prancis
Setelah sambutan, peserta diperkenalkan dengan berbagai program AF Semarang—kursus bahasa, agenda budaya, serta peluang kolaborasi internasional yang membuka cakrawala pendidikan mereka.
Antusiasme semakin memuncak ketika sesi Campus France dimulai. Lewat sambungan daring, Agung (Yogyakarta) menjelaskan tentang universitas-universitas Prancis, beasiswa, serta kehidupan akademik di negeri yang dikenal dengan perpustakaannya yang megah dan kampus-kampus yang sarat sejarah. Pertanyaan mengalir deras; barangkali di antara mereka ada yang diam-diam mulai menggambar masa depan baru.
Bahasa yang Diucapkan dengan Gembira
Namun bagian paling ditunggu adalah trial class Bahasa Prancis bersama Rafi, pengajar AF Semarang yang berhasil membuat kelas terasa seperti ruang bermain. Frasa-frasa dasar diucapkan dengan ritme ceria, dan untuk pertama kalinya beberapa mahasiswa berani menyebutkan “Je m’appelle…” dengan bangga meski gugup.
Permainan konsentrasi yang menyusul setelahnya membuat ruangan kembali dipenuhi gelak tawa. Arah yang sengaja diputar, instruksi yang menjebak—semua menjadi bahan candaan. Kesalahan tidak dilihat sebagai kegagalan, melainkan sebagai bagian dari belajar dengan hati yang ringan.
Crêpes dan Ingatan Manis
Sesi memasak crêpes menjadi penanda bahwa budaya tidak hanya dipelajari, tetapi juga dirasakan. Aroma mentega yang meleleh, gerakan pan yang meliuk, hingga momen saat adonan berubah keemasan—semuanya menghadirkan sensasi kecil tentang kehidupan di sebuah dapur Prancis. Mahasiswa mengicipi hasil kreasi mereka sendiri, dan dalam setiap gigitan ada rasa ingin tahu yang tumbuh.
Kesan, Harapan, dan Sebuah Pepatah
Menjelang akhir acara, William Shanon dari BINUS menyampaikan apresiasi hangat. Ia menyebut kegiatan ini sebagai pengalaman yang bukan hanya menyenangkan, tetapi membuka pintu untuk mimpi yang lebih besar.
Ia menutup dengan pepatah: “L’avenir appartient à ceux qui se lèvent tôt.”
Sebuah pengingat bahwa masa depan sering kali jatuh ke tangan mereka yang berani melangkah terlebih dahulu.
Arthur, peserta lain, berharap kegiatan ini kelak bisa menghadirkan lebih banyak materi—sejarah Prancis, tokoh legendaris, hingga cerita-cerita yang membentuk bangsa yang terkenal dengan kecintaannya pada seni dan bahasa.
Foto Bersama, Ingatan Bersama
Sesi foto di akhir acara bukan sekadar dokumentasi, tetapi penanda bahwa hari itu berlangsung lebih dari sekadar workshop. Ia menjadi ruang perjumpaan—antara bahasa dan pengalaman, antara mahasiswa dan dunia yang lebih luas, antara Semarang dan Prancis.Dan seperti pepatah yang mengakhiri seluruh kegiatan itu: “On ne naît pas grand, on le devient.”Kita tidak lahir hebat, tetapi tumbuh menjadi hebat.
Mungkin, bagi sebagian mahasiswa, pertumbuhan itu dimulai dengan satu kata: Bonjour. (Christian Saputro)




