Semarang — Gedung pertunjukan Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang berubah menjadi lautan antusiasme pada Sabtu (29/11) sore. Ratusan pelajar dari berbagai sekolah di Kota Semarang memadati ruang utama gedung tersebut untuk mengikuti acara Nonton Bareng (Nobar) Festival Sinema Prancis 2025 yang digelar oleh Alliance Française (AF) Semarang bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang.
Sejak pukul 13.45 WIB, deretan kursi perlahan terisi. Suara obrolan para pelajar yang baru pulang sekolah berbaur dengan alunan musik pengiring acara. Sebagian dari mereka mengambil swafoto di depan poster film Le Petit Vampire—film keluarga asal Prancis yang menjadi sajian utama sore itu. Aroma popcorn dan semangat khas generasi muda terasa memenuhi ruangan.
AF Semarang Tekankan Sinema sebagai Ruang Perjumpaan Budaya
Direktur Alliance Française Semarang, Dra. Kiki Martaty, membuka acara dengan sambutan hangat. Dalam pidatonya, ia menegaskan bahwa Festival Sinema Prancis bukan sekadar perayaan film, melainkan jembatan budaya.
“Festival ini adalah ruang perjumpaan. Sebuah ruang untuk berbagi pandangan, merayakan keberagaman, dan mempererat hubungan antara Prancis dan Indonesia,” ujarnya di hadapan ratusan pelajar yang menyimak dengan penuh perhatian.
Kiki juga menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Semarang yang kembali mendukung penyelenggaraan Festival Sinema Prancis tahun ini. Menurutnya, Semarang adalah kota yang memiliki spirit kreatif dan terbuka terhadap dialog lintas budaya.
Ia mengajak seluruh pelajar untuk tidak hanya menikmati cerita di layar, tetapi juga memandang film sebagai jendela dunia. “Mari kita rayakan sinema yang mampu memperluas pemahaman kita. Semoga pengalaman hari ini membawa kesan yang mendalam,” tutupnya.
Pesan Wawali untuk Para Pelajar: Hormati Orang Tua, Bangun Karakter
Acara bertambah meriah dengan hadirnya Wakil Wali Kota Semarang, H. Iswar Aminuddin yang hadir bersama Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Indriyasari dan jajarannya, yang memberi sambutan khusus kepada para pelajar. Alih-alih berbicara formal, Iswar memilih menyampaikan pesan yang dekat dengan dunia remaja. Ia mengawali dengan mengingatkan pentingnya menghormati orang tua.
“Siapa pun kamu hari ini, jangan lupa siapa yang membesarkanmu. Pamitanlah ketika berangkat sekolah, cium tangan bapak-ibumu. Itu yang akan membawamu pada kesuksesan,” ucapnya, disambut anggukan para pelajar.
Ia juga menekankan pentingnya membangun karakter sejak dini—membangun kebiasaan baik, belajar dengan sungguh-sungguh, dan menjauhi hal-hal yang merugikan diri sendiri.
“Bangunlah bukan hanya pengetahuan, tapi juga budi pekerti. Indonesia butuh generasi kuat—cerdas, sopan, dan punya kebiasaan baik,” katanya.
Film Keluarga yang Menghibur dan Mengedukasi
Menjelang pemutaran film Le Petit Vampire, tepuk tangan memenuhi ruangan. Film animasi karya sutradara Joann Sfar itu dipilih karena sarat pesan tentang keberanian, pertemanan, dan penerimaan diri—nilai yang relevan bagi pelajar.
Para penonton tampak menikmati setiap adegan. Tawa dan decak kagum sesekali terdengar, menandai suasana nobar yang penuh kehangatan. Bagi sebagian peserta, ini merupakan pengalaman pertama menonton film Prancis di layar lebar.
Antusiasme Tinggi, Bukti Semarang Siap Jadi Kota Film
Gelaran perdana nobar FSP 2025 tahun ini membuktikan bahwa Semarang memiliki ekosistem penonton muda yang kuat. Antusiasme ratusan pelajar tidak hanya memeriahkan festival, tetapi sekaligus menghidupkan gedung TBRS sebagai ruang seni publik.
Pihak penyelenggara berharap kegiatan ini dapat terus berkembang, menghadirkan lebih banyak film, lebih banyak penonton, dan lebih banyak ruang dialog budaya di masa mendatang.
Festival Sinema Prancis 2025 di Semarang sendiri masih akan berlanjut dengan sejumlah agenda pemutaran film dan diskusi hingga awal Desember mendatang. (Christian Saputro)




