Lampung Utara : Di tengah padatnya agenda Monitoring dan Evaluasi (Monev) di seluruh Kejaksaan Negeri se-Lampung, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Lampung, Suwandi, S.H., tetap menyempatkan diri menyapa sanak keluarganya. Baginya, keluarga bukan sekadar latar belakang, tetapi tujuan pulang dalam setiap perjalanan tugas.
Sebelum bertolak menjalankan Monev ke Kejari Liwa, Suwandi menyambangi Suranta, kerabatnya yang kini mengajar di SMP Kenali, Lampung Barat. Sementara usai melaksanakan Monev di Kejari Kotabumi, ia juga menyempatkan diri mengunjungi kediaman Agus Hardono, keluarga yang dikenal sebagai wartawan senior dan penasehat PWI di Lampung Utara, Rabu (03/12/2025).
“Di mana pun saya bertugas, keluarga adalah yang paling penting saya kunjungi. Bagi saya, keluarga adalah segalanya,” ucap Suwandi seraya tersenyum hangat.
Mantan Kajari di salah satu kabupaten di Kalimantan ini mengaku, penugasan sebagai Wakajati Lampung merupakan amanah pertama yang diberikan pimpinan kepadanya di bumi Sai Bumi Ruwa Jurai.
Ia pun menyinggung pengalaman perjalanan dinasnya yang cukup mengesankan, khususnya saat melintasi jalur berkelok yang menembus Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) menuju Lampung Barat.
Dalam obrolan santai yang ditemani hujan deras serta singkong goreng dan mantang rebus, nostalgia pun menyeruak.
“Wah, saya jadi teringat masa kecil di Gentan, Gantiwarno, Klaten,” tuturnya sambil tertawa kecil.
Meski memegang jabatan tinggi di lingkungan Adhyaksa, keteladanan Suwandi tampak dari sikapnya yang rendah hati. Bagi dia, jabatan hanyalah amanah dan titipan Tuhan – bukan alasan untuk menjaga jarak dengan keluarga.
“Kelak ketika saya purna bakti, saya kembali kepada keluarga. Tidak ada yang mampu memutus hubungan darah, setinggi apa pun jabatan atau status seseorang,” ungkapnya dengan suara bergetar.
Ia juga memohon doa restu keluarga dan masyarakat Lampung agar dapat mengemban amanah dengan integritas, terlebih saat Kejaksaan Agung RI tengah gencar memperkuat upaya pemberantasan korupsi.
Dengan sikap humanis dan kesederhanaannya, Suwandi menunjukkan bahwa abdi negara sejati bukan hanya bekerja untuk publik, tetapi juga tak melupakan akar tempat ia tumbuh dan kembali.(*)




