Yogyakarta — Andi Bayou Museum menggelar pameran arsip bertajuk “Beyond The Notes – Andi Bayou” pada 4–7 Desember 2025. Dalam helat ini tampil selakuk penanggungjawab.
Pengamat SEni Rupa yang dikenal sebagai Arsipan Dr. Mikke Susanto tampil selaku Penanggungjawab pameran “Beyond The Notes Andi Bayou”. Sedangkan Kurator pameran Rizky Farhan N.S dari Prodi Tata Kelola Seni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Dalam pembukaan pameran nampak hadir Ketua Barahmus DIY Dr.Hajar Pamadhi, Penasehat Barahmus DIY, Budiharjo, Sekretaris Barahmus Asroni, Ketua Forum Museum Bantul (FKMB), Kepala Museum HM.Soeharto Gatot Nugroho, Ketua Forum Museum Sleman (FKMS)Nanang Dwinarto , Wakil Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia Ki Bambang Widodo, Kepala seksi Sejarah dan Permuseuman Dinas Kebudayaan Bantul Devi Puspitasari, , penyanyi jazz Iga Mawarni, Maestro musik Dr. Singgih Sanjaya , Dr. Memet Chairul Slamet , Perupa Hani Santana , Eddy Sulistyo dan tamu undangan lainnya
Pameran ini membuka ruang bagi publik untuk melihat dari dekat perjalanan kreatif salah satu musisi berpengaruh di Indonesia, Andi Bayou, yang dikenal sebagai kibordis, produser, arranger, sekaligus komposer sejak era 1990-an.
Berlangsung di kompleks museum yang berlokasi di Bantul, pameran ini menyajikan beragam arsip yang sebelumnya tidak pernah dipublikasikan. Di antaranya alat musik, instrumen rekaman, master pita suara dan video, kaset, CD, foto, surat pribadi, notasi, kliping media, hingga catatan-catatan personal yang merekam proses kreatif sang musisi dari tahun ke tahun. Seluruh materi menempatkan pengunjung dalam ruang perjalanan panjang seorang kreator yang menafsirkan bunyi tidak hanya sebagai karya, tetapi juga pencarian makna.
Perjalanan Musikal yang Melampaui Nada
“Beyond The Notes” menampilkan gagasan bahwa musik bukan sekadar produk akhirnya. Jejak arsip yang dipamerkan menggambarkan bagaimana disiplin, keheningan batin, intuisi, dan spiritualitas membentuk proses berkarya Andi Bayou. Pengunjung dibawa memahami bagaimana bunyi lahir dari ketekunan dan renungan, kemudian tumbuh menjadi karya yang memberi warna pada industri musik nasional.
Dalam teks kuratorial dijelaskan bahwa perjalanan musik Andi Bayou adalah rangkaian panjang dari panggung, studio rekaman, kolaborasi lintas generasi, hingga fase penting ketika ia meninggalkan kenyamanan kariernya di Jakarta untuk kembali ke Yogyakarta. Keputusan itu menjadi titik balik yang mempertemukannya dengan pencarian jati diri dan pemaknaan cinta sejati, sekaligus menegaskan bahwa musik adalah perjalanan terus-menerus untuk menemukan diri sendiri.
35 Tahun Meretas Jejak Industri Musik
Lahir di Yogyakarta pada 20 Agustus 1971, Andi Bayou—bernama lengkap R. Andi Haryo Setiawan, S.H., M.H.—tumbuh dari keluarga akademisi medis. Namun sejak muda ia memilih musik sebagai ruang hidupnya. Band pop-rock Bayou menjadi pintu awal ketenarannya, sebelum ia kemudian dikenal luas di balik layar sebagai produser dan arranger untuk sejumlah musisi besar seperti Iwan Fals, Nicky Astria, Judika, Agnez Mo, Sheila on 7, hingga Kangen Band. Ia juga terlibat dalam berbagai produksi acara musik televisi seperti AFI 1 dan Rising Star Indonesia.
Sebagai kibordis, Andi menjalani kerja sama panjang dengan Roland selama lima belas tahun. Pengalaman profesionalnya membawanya ke Hamamatsu–Jepang, Frankfurt Music Messe, hingga NAMM Show di Amerika Serikat. Pada 2024, ia resmi ditetapkan sebagai Artis Internasional Nord, menjadikannya salah satu musisi Indonesia yang memperoleh pengakuan global dari produsen keyboard handmade asal Swedia tersebut.
Tiga karyanya—“Welcome to the Sea of Love” (2016), “Sunrise at Borobudur” (2017), dan “Java War” (2018)—mendapat nominasi berturut-turut di Anugerah Musik Indonesia. “Java War”, yang direkam di The Cutting Room Studio, New York, berangkat dari penelusuran sejarah leluhurnya yang terlibat dalam Perang Jawa. Karya ini turut ditampilkan sebagai pembuka Pameran “NYALA: 200 Tahun Perang Diponegoro” di Galeri Nasional Indonesia pada Juli 2025.
Peran Museum dalam Pelestarian Arsip Musik Indonesia
Pameran ini menjadi bagian dari misi lebih besar Andi Bayou Museum & Galeri sebagai ruang pelestarian arsip musik Indonesia.
Museum yang diresmikan pada 3 Februari 2025 oleh Menteri Kebudayaan, Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc., tersebut tercatat sebagai museum musik pertama di Indonesia yang didirikan oleh seorang seniman secara mandiri.
Terletak di Jl. Sejahtera Green Garden, Ngestiharjo, Bantul, museum ini bukan sekadar ruang pamer, tetapi juga pusat aktivitas kreatif. Selain menghadirkan memorabilia dan arsip pribadi Andi Bayou, museum menyediakan studio rekaman interaktif, ruang pertunjukan, area edukasi musik, serta program masterclass dan diskusi berkala. Setiap ruang dirancang untuk mempertemukan publik dengan proses kreatif di balik karya-karya musik yang lahir dari perjalanan hidup sang pendiri.
Menghidupkan Ingatan, Merawat Kreativitas
“Beyond The Notes” tidak hanya mengajak pengunjung bernostalgia, tetapi juga merefleksikan hubungan manusia dengan bunyi, waktu, dan spiritualitas. Arsip-arsip yang dipamerkan menjadi saksi perjalanan panjang Andi Bayou—mulai dari langkah pertama di Yogyakarta, puncak karier di Jakarta, hingga kembali ke tanah kelahiran untuk menemukan kedalaman baru dalam berkarya.
Dengan pameran ini, Andi Bayou Museum menegaskan kembali posisinya sebagai ruang penting dalam menjaga ingatan kreatif sekaligus merawat warisan musical Indonesia.. Dalam pembukaan pameran itu juga digelar Podcast bedah karya lukisan “Broken Piano” karya Hani Santana memperluas dialog antara musik, seni rupa dan memori.Pameran ini pada akhirnya menjadi pengingat bahwa setiap arsip bukan hanya jejak masa lalu, tetapi cahaya yang menuntun perjalanan kreatif masa depan
(Christian Saputro)




