Semarang — Di balik dinding Galeri B9 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (UNNES), energi baru terasa menyala sejak 5 Desember 2025. Pameran seni rupa tahunan Guyub Rupa 12 kembali digelar—bukan sekadar pameran, melainkan perayaan besar kreativitas muda yang mengusung tema “Tumbuh”. Tema yang sederhana itu menjelma menjadi gerak, suara, warna, dan gagasan yang meletup dari puluhan karya para perupa muda.
Dibuka oleh Wakil Rektor IV UNNES, Prof. Dr. Nur Qudus, M.T., IPM., pameran ini disebutnya sebagai “jembatan antara kesadaran akademik dan kehidupan nyata.” Ia menegaskan bahwa seni bukan hanya persoalan teknik, tetapi kejujuran batin dalam menanggapi realitas sosial yang terus berubah. “Karya mahasiswa hari ini adalah refleksi dari dunia yang mereka hadapi, sekaligus dunia yang ingin mereka bentuk,” tuturnya.
Pertemuan Lintas Generasi yang Menghidupkan Ruang
Sebanyak 34 perupa muda dan 8 perupa anak turut meramaikan panggung tahun ini. Mereka datang dengan latar pengalaman beragam—dari seniman yang sedang menapaki perjalanan profesional hingga anak-anak yang membawa imajinasi tanpa batas. Perpaduan ini menciptakan atmosfer yang segar dan egaliter, sesuai semangat awal Guyub Rupa: seni untuk semua, tanpa sekat, tanpa hierarki.
Karya-karya perupa anak, ditempatkan sejajar dengan karya mahasiswa, menjadi pengingat bahwa kreativitas tumbuh dari keberanian bermain dan membayangkan. Sementara itu, karya para perupa muda hadir lebih matang, memotret kegelisahan dan harapan generasi yang hidup di tengah perubahan cepat.
“Tumbuh”: Tema yang Berdenyut dalam Setiap Karya
Para kurator memandang “Tumbuh” bukan sebagai garis lurus, tetapi sebagai peta perjalanan yang penuh luka, belokan, dan kejutan. Dan hal itu tercermin kuat dalam karya-karya yang dipamerkan:ada yang menyoroti perubahan sosial dan tekanan hidup perkotaan, ada yang mencermati krisis ekologis, dan ada pula yang menggali luka personal dan proses penyembuhan.
Beberapa karya menggunakan metafora tanaman, akar, dan jamur sebagai simbol pertumbuhan yang liar dan tidak terduga. Karya lain memanfaatkan bahasa visual baru untuk menyuarakan kegelisahan atas dunia digital dan budaya instan. Semua hadir sebagai potongan narasi besar: bagaimana generasi muda bertahan, membaca zaman, dan menata diri di tengah ketidakpastian.
Ledakan Eksplorasi Medium
Guyub Rupa 12 tidak hanya menyajikan lukisan dan patung. Pameran ini menjadi laboratorium eksperimen kolektif yang penuh keberanian. Ada instalasi yang mengajak penonton masuk ke ruang memori, karya suara yang menggetarkan lantai galeri, objek temuan yang disusun ulang menjadi narasi baru, hingga ritual artistik yang mengundang pengunjung merasakan pengalaman multisensori.
Setiap karya mengusung bahasa visualnya sendiri—kadang lirih, kadang keras—namun semuanya berbicara jujur. Ada yang memprotes perubahan dengan simbol-simbol kecil, ada pula yang merayakan kehidupan dalam bentuk paling sederhana. Yang menyatukan semuanya adalah kejujuran seniman dalam meraba masa depan yang samar.
Pameran yang Menjadi Festival Ide
Yang membuat Guyub Rupa 12 benar-benar hidup bukan hanya karya-karya di dinding galeri. Rangkaian kegiatan pendukung menjadikannya seperti festival seni mini: performance art yang memecah batas antara penonton dan pelaku,, live painting yang memamerkan proses kreatif secara terbuka,workshop yang memperkenalkan teknik baru, costume party yang seru dan penuh ekspresi bebas, talkshow yang mempertemukan pemikiran lintas generasi, hingga pertunjukan musik yang menjadi penutup harian penuh energi.
Semua kegiatan tersebut menciptakan ruang temu bagi mahasiswa, seniman profesional, dosen, dan masyarakat umum. Dari obrolan kecil hingga diskusi serius, Guyub Rupa menjadi tempat ide-ide tumbuh, bertemu, dan berkembang.
Barometer Seni Rupa UNNES yang Terus Bergerak
Lebih dari sekadar agenda tahunan, Guyub Rupa telah tumbuh menjadi barometer perkembangan seni rupa mahasiswa UNNES. Pameran ini memperlihatkan bagaimana generasi muda tidak hanya mempelajari keterampilan teknis, tetapi juga membangun kesadaran kritis dan keberanian bertutur melalui karya.
Tahun ini, semangat “Tumbuh” bukan hanya tema—melainkan napas dari seluruh proses yang terjadi: dari persiapan, kolaborasi, hingga interaksi antara karya dan pengunjung. Para perupa muda menunjukkan bahwa seni adalah cara untuk merawat harapan, memperluas imajinasi, dan menegaskan bahwa mereka hadir sebagai bagian dari masa depan kebudayaan.
Guyub Rupa 12 bukan sekadar pameran. Ia adalah bukti bahwa seniman muda Indonesia terus bergerak, bereksperimen, dan bertumbuh—dengan caranya sendiri, pada waktunya sendiri, dan dengan suara yang semakin lantang. (Christian Saputro)




