Lampung Selatan — Sumtera post.co
Kebijakan pemangkasan Dana Desa yang dilakukan pemerintah pusat menuai kemarahan kepala desa se-Indonesia. Merasa tidak dilibatkan dan dirugikan, para kades bahkan turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa ke Jakarta beberapa waktu lalu sebagai bentuk protes keras terhadap keputusan tersebut.
Pemangkasan anggaran yang dinilai sepihak itu berdampak serius terhadap pelayanan dasar di desa. Sejumlah pos vital seperti tunjangan Guru Ngaji, RT, dan guru PAUD terpaksa terhenti, meski Rencana Anggaran Biaya (RAB) telah disusun dan disahkan melalui mekanisme resmi desa.
“Ini bukan soal kecil. RAB sudah kami susun, sudah disepakati, tapi sampai delapan bulan tunjangan aparatur desa, guru ngaji, dan guru PAUD tidak dibayarkan. Desa seolah jadi korban kebijakan yang tidak berpihak,” tegas Sugianto, Kepala Desa Sukapura, Kabupaten Lampung Selatan.
Tak hanya itu, program pembangunan desa yang telah dirapatkan dan direncanakan matang pun terancam gagal. Salah satunya pembangunan Koperasi Merah Putih yang digadang-gadang sebagai penggerak ekonomi desa. Akibat pemangkasan anggaran, sejumlah desa terpaksa menunda bahkan membatalkan pembangunan tersebut.
Berdasarkan penelusuran media ini, beberapa kepala desa mengungkapkan bahwa pembangunan Koperasi Merah Putih di lapangan belum siap. Persoalan lahan yang belum tuntas dan minimnya kejelasan teknis dari pemerintah pusat menjadi kendala serius di tingkat bawah. Kondisi ini menambah daftar panjang persoalan implementasi kebijakan yang dinilai terburu-buru.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Lembaga Peduli Hukum Lampung Selatan, Shodri Fadilah, melontarkan kritik tajam. Ia menilai pemerintah seharusnya tidak hanya mengejar target program, namun mengabaikan aspek hukum dan kesiapan desa.
“Pembangunan koperasi tidak boleh dipaksakan. Legalitas tanah harus jelas, tidak boleh dibangun di atas tanah sengketa atau status hibah yang belum sah. Jika ini diabaikan, desa akan kembali menjadi pihak yang menanggung masalah hukum di kemudian hari,” tegasnya.
Shodri,juga meminta agar pemerintah pusat menghentikan kebijakan sepihak yang justru melemahkan desa. Menurutnya, desa bukan objek kebijakan, melainkan subjek pembangunan yang harus diajak berdialog secara terbuka dan setara.(Kasiono)




