Semarang — Pagelaran Wayang Bocah hasil kolaborasi kelompok wayang orang legendaris Ngesti Pandowo bersama anak-anak dari berbagai sanggar seni antara lain ; Sobokartti, Monod Laras dan Sekar Arum di Kota Semarang memeriahkan SENANDIKA Fest 2025 di Gedung Baru Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), Semarang, Senin (15/12/2025). Pertunjukan ini disaksikan ratusan pelajar yang dibagi 2 seni untuk tingkat SD dan SLTP yang tampak antusias sejak pagi.
Wayang Orang Anak bertajuk “Mustakaweni” tersebut disajikan dalam dua sesi, mulai pukul 08.25 WIB hingga menjelang siang. Cerita pewayangan dibawakan dengan pendekatan segar dan komunikatif melalui dialog, gerak tari, serta bahasa tubuh khas wayang orang, sehingga mudah dipahami dan menarik bagi penonton usia sekolah.
Selain pagelaran wayang bocah, acara juga dimeriahkan tari pembuka Banjaran Hanoman dari Sanggar Perwira Budaya dan penampilan kontemporer dance dari mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus). Seluruh rangkaian kegiatan berlangsung dalam suasana meriah sesuai tema festival, “Menitikala Menyentuh Rasa.”
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Indriyasari, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pagelaran ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan perjumpaan lintas generasi yang mempertemukan tradisi dengan masa depan.
“Wayang bukan hanya tontonan, tetapi tuntunan. Ketika nilai-nilai kejujuran, keberanian, kebijaksanaan, dan gotong royong disampaikan oleh anak-anak, di situlah kita sedang menyemai harapan agar kebudayaan terus berlanjut dan bertumbuh,” ujarnya.
Menurut Indriyasari, pelestarian budaya harus dihidupkan melalui pementasan dan pengalaman langsung, bukan hanya melalui dokumentasi atau seremoni. Anak-anak yang tampil di panggung hari ini, kata dia, adalah calon pelaku dan penjaga kebudayaan di masa depan.
Sutradara Wayang Bocah, Budi Lee, menilai keterlibatan aktif penonton anak-anak melalui kuis interaktif di tengah pertunjukan menjadi salah satu kekuatan utama pagelaran ini.
“Wayang bocah tidak boleh hanya ditonton, tapi harus dialami. Saat anak-anak di panggung dan di bangku penonton sama-sama diajak berpikir dan berinteraksi, wayang menjadi hidup,” katanya.
Ia menjelaskan, kuis yang disisipkan bukan sekadar selingan, melainkan jembatan dialog antara cerita wayang dan realitas anak-anak masa kini. “Kami ingin wayang terasa dekat, dan nilai-nilainya bisa mereka bawa pulang,” ujarnya.
Respon ratusan siswa yang memenuhi TBRS, menurut Budi Lee, memberikan energi tersendiri bagi para pemain cilik. Sorak dan tawa penonton membuat suasana pertunjukan berlangsung cair dan penuh kegembiraan.
Pagelaran Wayang Bocah dalam SENANDIKA Fest 2025 ini menunjukkan bahwa seni tradisi tetap relevan dan diminati generasi muda ketika disajikan dengan pendekatan yang komunikatif dan partisipatif. Lebih dari sekadar hiburan, pertunjukan ini menjadi sarana edukasi budaya yang menyenangkan bagi pelajar Kota Semarang. (Christian Saputro)




