Bandar Lampung — Seni rupa kembali mengambil peran sebagai suara kemanusiaan. Komunitas Media Art bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Forum Perupa Lampung, dan Lampung Ornamen akan menggelar Pameran Lukisan bertajuk “Dialog untuk Sumatera”, sebuah agenda seni yang didedikasikan untuk kepedulian terhadap saudara-saudara yang terdampak bencana di berbagai wilayah Sumatera.
Pameran yang berlangsung di Taman Budaya Lampung pada 22 Desember 2025 hingga 1 Januari 2026 ini menjadi ruang dialog antara karya seni, empati, dan solidaritas sosial. Melalui goresan warna dan bentuk, para perupa diajak menyuarakan keprihatinan sekaligus harapan bagi Sumatera yang tengah diuji oleh bencana.
Panitia membuka open call bagi perupa Lampung yang ingin terlibat dalam gerakan seni peduli bencana. Karya yang dikirimkan minimal berukuran 50 x 50 sentimeter dan siap pajang, dengan batas akhir pengiriman pada 15–19 Desember 2025 ke Gedung Pameran Taman Budaya Lampung, Jalan Cut Nyak Dien No. 24, Palapa, Kota Bandar Lampung.
Selain pameran, kegiatan ini juga dirangkai dengan bazar lukisan dan lelang karya, di mana sebagian hasil penjualan akan didonasikan untuk membantu korban bencana di Sumatera. Seni tidak hanya hadir sebagai tontonan, tetapi juga sebagai tindakan nyata—mengubah apresiasi menjadi kepedulian.
David mewakili panitia menyampaikan bahwa “Dialog untuk Sumatera” diharapkan menjadi pengingat bahwa seni memiliki daya jangkau sosial yang kuat. Di tengah duka, karya seni mampu menghadirkan empati, menghubungkan jarak, dan menguatkan semangat berbagi.
Masyarakat luas juga diajak berpartisipasi melalui donasi yang dapat disalurkan ke Rekening Bank Lampung Nomor 380 0301 310056 atas nama Sanggar Seni Media Art. Informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui sekretariat Taman Budaya Lampung atau menghubungi panitia di 0852 7997 2182 dan 0878 2503 4632, serta melalui email komunitasmediaart@gmail.com.
Melalui pameran ini, para perupa Lampung menegaskan bahwa berbagi itu indah, dan bahwa seni—di saat-saat paling genting—dapat menjadi bahasa kemanusiaan yang paling jujur. (Christian Saputro)




