Sumaterapost.co | Pringsewu – Suara kritis kembali menggema dari kalangan mahasiswa Kabupaten Pringsewu. Kali ini, Arya Dwi Saputra, mahasiswa sekaligus mantan Ketua Umum Badan Mahasiswa Provinsi Seluruh Indonesia (BMPSI), memberikan peringatan keras kepada DPRD dan Pemerintah Kabupaten Pringsewu terkait pembahasan APBD Perubahan 2025 dan APBD Murni 2026.
Dalam pernyataannya, Arya menegaskan bahwa APBD adalah uang rakyat yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab dan keberpihakan kepada masyarakat. “Uang rakyat bukan untuk foya-foya. Setiap rupiah yang salah gunakan adalah bentuk pengkhianatan,” tegasnya dengan nada lantang. Ia menilai, DPRD memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk memastikan bahwa anggaran benar-benar diprioritaskan pada kebutuhan mendesak warga, bukan sekadar memenuhi agenda seremonial atau kepentingan sempit.
Arya mengungkapkan sedikitnya lima isu krusial yang menurutnya wajib menjadi prioritas pembahasan anggaran. Pertama, perbaikan infrastruktur yang dinilainya sudah berada pada titik memprihatinkan. Jalan-jalan yang berlubang, fasilitas umum yang terbengkalai, serta sarana publik yang tidak terawat dinilai sebagai bukti lemahnya prioritas pembangunan. “Jika ini tidak menjadi fokus utama, patut dipertanyakan keberpihakan DPRD kepada rakyat,” kritiknya.
Kedua, Arya menyoroti persoalan data BPJS yang tidak akurat di Dinas Sosial. Menurutnya, kekacauan data tersebut bukan sekadar masalah teknis, melainkan kelalaian yang berdampak langsung pada hak kesehatan masyarakat. “Ini merampas hak warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Kesalahan seperti ini tidak boleh dibiarkan,” ujarnya.
Ketiga, ia menilai perjalanan dinas eksekutif dan legislatif harus diarahkan pada pencarian peluang anggaran di tingkat pusat, bukan sekadar rutinitas yang menghabiskan biaya besar tanpa hasil nyata. “Setiap perjalanan dinas harus pulang membawa manfaat, minimal tambahan dana untuk daerah. Kalau cuma jalan-jalan seremonial, lebih baik batalkan,” sindirnya.
Keempat, Arya mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilakukan secara inovatif dan transparan, tanpa membebani masyarakat kecil. Ia menilai potensi pendapatan daerah masih besar, namun kebocoran retribusi dan pajak menjadi masalah serius. “Stop memeras rakyat kecil, benahi sistemnya,” tegasnya.
Kelima, Arya meminta DPRD mengevaluasi peraturan daerah (perda) yang sudah tidak relevan atau bertentangan dengan aturan di atasnya. Menurutnya, kebijakan yang lahir dari perda harus pro rakyat, bukan pro kepentingan kelompok tertentu.
Sebagai mahasiswa dan aktivis, Arya menegaskan bahwa dirinya bersama elemen mahasiswa lainnya akan terus mengawal jalannya pembahasan anggaran. Ia bahkan tidak menutup kemungkinan melakukan aksi turun ke jalan jika ditemukan penyalahgunaan anggaran. “Kalau APBD dipakai untuk kepentingan sempit, jangan salahkan kalau mahasiswa turun ke jalan. DPRD harus sadar, mandat mereka datang dari rakyat, bukan dari kantong pribadi,” pungkasnya. (ando).




