Sumaterapost.co | Pringsewu – Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI) Wilayah II B Propinsi Lampung akan kerahkan 1000 peserta aksi damai terdiri dari Pimpinan PTS Dosen dan Mahasiswa Se Propinsi Lampung, Selasa, (22/9) dengan Titik kumpul di Hotel Sheraton Bandar Lampung.
Aksi yang akan dilakukan oleh Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta Dosen Dan Mahasiswa ini akan mengusung tuntutan Pembubaran Lembaga Akriditasi Mandiri (LAM) yang berorientasi bisnis, pembubaran jalur Mandiri Perguruan Tinggi Negeri dan Penghapusan Uji Kompetensi.
Para peserta aksi damai ini akan menuju ke DPRD Provinsi Lampung menyampaikan aspirasi ke unsur pimpinan komisi V DPRD Provinsi Lampung, dengan titik kumpul di Hotel Sheraton Bandar Lampung.
Seruan dan ajakan aksi ini berdasarkan surat yang dilayangkan oleh APTISI Wilayah II B Lampung yang ditandatangani Ketua APTISI Wilayah II B Lampung, Dr. Ir.H.Firmansyah.MBA.,M.Sc ditujukan kepada Ketua Komisi V DPRD Provinsi Lampung.
Untuk diketahui Aksi Damai ini akan dilakukan serentak di seluruh Indonesia, dan APTISI akan kepung Istana Nadiem, dengan tuntutan “HENTIKAN RUU SISDIKNAS & STOP LIBERALISASI PENDIDIKAN, BUBARKAN LAM”.
Dari diskusi DR MARZUKI ALI, KETUA DPR RI 2009-2014, dengan REKTOR UIGM, PEMBINA APTISI, APPERTI, dengan Ketua PGRI Prof Unifah dan beberapa Tokoh pendidik, ada hal penting yang perlu diketahui,
1. RUU Sisdiknas telah melecehkan profesi Guru dan Dosen, karena UU Guru dan Dosen dihapuskan dan Guru/Dosen negeri masuk dalam UU ASN dan Swasta masuk ke UU Ketenagakerjaan.
Dengan berlakunya UU sisdiknas yang baru Guru dan Dosen bukan lagi profesi tapi sudah menjadi karyawan untuk ASN dan Buruh /Pekerja untuk Ketenagakerjaan. Artinya tdk perlu lagi ada BKD karena semua upah tergantung hubungan kerja antara majikan dan buruh. Nadiem benar-benar mengkhianati Guru / Dosen.
2. Dalam RUU sisdiknas yang akan disahkan, tidak ada lagi pendidikan gratis anak-anak kita, ini melawan konstitusi.
3. Nadiem tidak menghargai sama sekali peran swasta selama ini, penerimaan siswa dan mahasiswa yang berjilid-jilid, menutup ruang bagi swasta untuk terus melanjutkan kiprahnya mengabdi untuk negeri.
Kesimpulan dari diskusi, Focus saja untuk menghentikan pengesahan RUU ini, karena ini ancaman yang nyata bagi keberlangsungan pendidikan di Indonesia. Nadiem patut diduga adalah mewakili kepentingaan asing yang ingin menghancurkan bangsa Indonesia melalui kehancuran dunia pendidikan.
“Sebagai anak bangsa tidak ada kata lain, kita harus melawan. Bagi yang tidak ikut untuk menurunkan Nadiem patut diduga tidak empati terhadap nasib bangsa ini ke depan. Tidak ada zamannya lagi diantara kita ada yang diam dengan beragam alasan, pilihan hanya satu kita yang bubar atau Nadiem yang turun. Kalimat ini dapat saya pertanggung jawabkan, bagaimana seorang ibu, Ketua Umum PGRI dipanggil ke kantor kementerian, tidak boleh diwakili,”ujarnya.
Berhadapan dengan Nadiem dan kroni-kroninya, serta semua Dirjen di kementerian, itu yang disampaikan Bu Unifah tadi malam. Tapi Alhamdulillah Prof. Unifah tegar, walau dilecehkan oleh Nadiem, tidak mau diajak photo, langsung meninggalkan ruang pertemuan.
“Kita punya srikandi pejuang dari para Guru se Indonesia. Pertanyaannya, dimana posisi kita? Masihkah ada diantara kita tidak peduli dengan masa depan bangsa ini. Saatnya Guru dan Dosen melawan. Daftar dan ikut dalam demo menyatakan sikap, wujud hak demokrasi sebagai rakyat,”pungkas.
(Andoyo)




