Ogan Ilir – Terkait adanya temuan data yang janggal di Dinas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ogan Ilir (OI). Akhirnya Kepala BPBD OI Ardha Munir telah melayangkan surat/laporan resmi kepada Bupati OI dan Inspektorat OI beberapa waktu lalu.
Ardha Munir saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan, mengenai temuan tersebut telah dilaporkannya. “Saya sudah laporkan temuan ini ke Inspektorat OI agar diaudit ulang dan saya juga sudah laporkan ke Bupati OI”, ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (26/08) pagi.
Dalam laporan yang disampaikannya beberapa waktu lalu, dijelaskan Ardha, temuannya tersebut berdasarkan lampiran keputusan Kepala Pelaksana BPBD nomor 11/KEP/BPBD/2021 tanggal 4 Januari 2021 lalu tentang penunjukan tim posko, medis darurat, pemulasaran jenazah, sosialisasi dan pendisiplinan penegakan hukum prokes penanganan bencana Corona.
Pada alinea ke 3 ditemukan nama Suharna dari Dinkes OI yang honornya dicairkan sejak 1 tahun lalu hingga sekarang. Namun setelah ditanyakan kepada tim pemulasaran lainnya tidak ada yang tahu keberadaan dan orang yang bernama Suharna tersebut. Selain itu ditemukan pula nama-nama lain yang bertugas ganda sebagai Satgas Karhutlah Kecamatan dan Satgas Covid-19 yang tercatat menerima honor dari kedua tugas tersebut. Menurutnya, mustahil selama ini tidak terjadi permasalahan di dalamnya lantaran kedua tugas tersebut bisa saja terkendala benturan waktu.
“Namun mereka berdalih dan malah menantang bahwa berkas tersebut telah diperiksa dari Inspektorat OI dan BPK dan dinyatakan lulus, bersih/ tidak cacat, dibuktikan dengan cairnya semua honor”, kata Ardha.
Lanjutnya, ditemukan pula kejadian pemulasaran mayat covid 19 di desa Sukaraja baru tanggal 19 Agustus yang diduga melanggar SOP dan melanggar prokes (tanpa pengawalan TNI polri). Pelaksanaan penguburan mayat tersebut tidak dilakukan oleh tim pemulasaran yang dibentuk Bupati OI melainkan oleh oknum Dinkes OI yang bernama Heny. Belakangan ini Heny diketahui tidak memiliki SK resmi dari Bupati OI.
“Saya selaku Kalaksa yang saat ini, merasa ada permainan dalam hal tersebut yang diduga menimbulkan kerugian bagi negara. Saya merasa dalam hal ini terjadi pembohongan publik dan disinyalir telah merugikan negara”, paparnya.
Untuk itu, sambung Ardha, saya telah mengambil langkah dengan menonaktifkan tim pemulasaran yang dibentuk tersebut (10 orang) dan saya ganti dengan penugasan tim pemulasaran baru yang berasal dari masyarakat/pemuda kecamatan Indralaya (sekitar posko covid) yang telah dilatih.
Sementara Heny yang namanya mencuat dalam hal ini saat dihubungi via telepon selulernya mengatakan, masalah tersebut tanyakan langsung ke BPBD yang dahulu.
“Kami ini kan hanya disuruh begawe pak, masalah itu tanyakan bae Samo admin/manajemen di BPBD yang kemaren. Kami idak tau pak masalahnyo karno kami nih cuma begawe bae waktu itu Ibu Yeni (Kasi RR BPBD), dio galo yang mengurusnyo”, ujarnya via telepon, Jumat (26/08) siang.
Saat disinggung mengenai gaji yang diterimanya selama ini dan pemusalaran jenazah covid beberapa waktu lalu, Heny mengatakan dirinya tak mau mengungkit masalah tersebut. Menurutnya, kasihan dengan almarhumah yang sudah tenang. Sedangkan gaji yang diterimanya itu merupakan haknya karena telah bekerja sesuai perintah.
“Aku kan sekarang lah diberhentikan pak Ardha. Tanyo bae dengan beliau langsung. Masalah kemaren itu kan, lah ketentuan dari pak Ardha sendiri, kalau jenazah yang KTP nyo luar OI jadi dak biso diurus oleh Satgas kecuali dari mandiri dan itupun dak dibayar. Masalah gaji itu, yo wajarlah saya yang nerimonyo. Kan yang begawe itu memang aku, bukannyo lemak pak makan duit Wang mati kalau ngambil gaji bae tapi idak begawe”, jelasnya.
Menurut Heny dalam permasalahan yang saat ini menyeret namanya, dirinya merasa sebagai orang yang dikorbankan. “Ado banyak namo lainnya, tapi ngapo cuma aku yang diangkat. Aku ini cuma jadi korban, aku cuma jalanke perintah, aku dak tau kalau akhirnyo dipermasalahkan cak ini”, katanya. (F’R)