Semarang – Boen Hian Tong yang kini lebih dikenal dengan nama Perkumpulan Sosial Budaya “Rasa Dharma” ini merupakan perkumpulan sosial budaya peranakan Tionghoa tertua di Semarang bahkan bisa jadi di Indonesia yang masih aktif hingga saat ini.
Hal itu diungkapkan Ketua Boen Hian Tong Harjanto Halim, pada gelaran acara peringatan hari jadi Perkumpulan Sosial Budaya “Rasa Dharma” di Gedung Rasa Dharma, Jalan Gang Pinggir 31, Kranggan, Semarang, Minggu (16/02/2025). Peringatan HUT Ke -149 Boen Hian Tong ditandai dengan pemotongan tumpeng nasi ulam bunga telang yang menyimbolkan keberaaman ini dipandu oleh Asrida Ulinuha berlangsung dengan meriah dan gayeng. Tak kurang dihadiri ratusan orang undangan.
Gelaran acara HUT- nya yang ke – 149 ini diperingati bersamaan dengan perayaan hari raya Cap Go Meh 2576, sekaligus peringatan Haul Gus Dur yang Ke- 15. Disigi dari beberapa pustaka, tercatat, Boen Hian Tong berdiri pada tanggal 15 Cia Gwee Imlek 2427 pada malam Cap Go Meh (Shi Wu Jie) atau bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1876 di sebuah rumah di Gang Gambiran.
Pendirian komunitas ini diprakarsai oleh Luitenant de Chinezen Tan Ing Tjong bersama beberapa tokoh Tionghoa di Semarang seperti; Be Bie Siang, Liem Kiem Ling, Tan Tjong Tien, Auw Yang Djie Kiauw, dan Oen Tiauw Kie sebagai dewan pendiri Boen Hian Tong (BHT).
Di tahun 1876 itu jugalah pada akhirnya ‘vereneeging’ (perkumpulan) ini mendapat pengakuan dan hak ‘rechtspersoon’ dari pemerintah Belanda ketika itu.
Perkumpulan yang bermarkas di Jalan Gang Pinggir, Nomor 31-31A, Semarang, ini memiliki kisah panjang dan ikut mewarnai sejarah kaum Tionghoa di Semarang. Gedung Rasa Dharma (Boen Hian Tong) ini juga merupakan salah satu tempat persemaian akulturasi budaya.
Ketua Boen Hian Tong, Harjanto Halim, memaparkan makna Boen Hian Tong bila dijabarkan, Boen berarti budaya atau kesenian, Hian berarti keindahan, Tong berarti rumah. Jadi terjemahan bebasnya sebagai rumah atau perkumpulan untuk berkesenian atau dapat diartikan juga dengan perkumpulan kaum budayawan.
Awal didirikannya, terang Harjanto, kumpulan ini bertujuan mempererat tali persaudaraan dengan jalan mengembangkan seni tetabuan Tionghoa, karena pada waktu itu, musik Barat waktu itu belum begitu dikenal di kalangan etnis Tionghoa. Musik Lam Kwan biasanya yang dimainkan secara rutin setiap tanggal 1 dan 15 Imlek.
Meskipun mula-mula didirikan sebagai klub hiburan bagi anggautanya, , dengan memainkan Lam Kwan, lambat laun perkumpulan seni budaya ini berkembang , dalam kalangan yang lebih luas dengan memberikan pertolongan dan bantuan pada anggota-anggotanya yang tertimpa kesusahan. Pada perkembangannya Boen Hian Tong yang semula perkumpulan berkesenian bermetamorfosa menjadi perkumpulan sosial dan budaya. “Siapa pun bisa menjadi anggota perkumpulan Rasa Dharma. Bahkan pengurusnya ada yang dari etnis Jawa dan muslim,” ujar Harjanto.
Harapan
Harjanto Halim yang kembali terpilih menjadi Ketua Boen Hian Tong Masa Bhakti 2025 – 2027 masih tetap optimis dengan kiprah organisasi yang dipimpinnya ini. Bahkan beberapa program acara yang diinisiasi Boen Hian Tong menasional, seperti; peringatan traedi Mei denggan gelaran acara Rujak Pare yang mendapat perhatian khusus dari Komnas Perempuan.
“Kami berharap ke depannya para generasi muda bisa melanjutkan Rasa Dharma oranisasi yang tak hanya tempat belajar tradisi Tionghoa tetapi keberagaman dan toleransi,” ujar Harjanto.
Untuk kemajuan perkumpulan dibutuhkan pemikiran kaum muda yang tak melulu keturunan Tionghoa. Sekarang ada beberapa orang dari etnis lain yang ikut bergiat di Boen Hian Tong. Tetapi tentunya tidak meninggalkan apa yang sudah dibangun sejak awal.
Menurut Harjanto p asang surut organisasi atau perkumpulan merupakan hal yang wajar.Semua pasti mengalaminya, tinggal bagaimana mengatasinya. Perkumpulan ini kan berubah ubah, dari perkumpulan seni menjadi sebuah yayasan kematian. Kini berubah lagi menjadi perkumpulan sosial budaya, dengan tidak meninggalkan apa yang sudah ada. Pelayanan kematian juga akan tetap ada.
Harjanto juga mengakui untuk mencari anggota merupakan hal yang sulit. Apalagi, mencari anggota yang bersedia menjadi pengurus. Harjanto bertekad bersama pengurus lainnya akan membuat Rasa Dharma lebih menarik untuk diikuti.
“Ke depan Boen Hian Tong akan dijadikan pusat buadaya di Pecinan, nantinya ada artefak-artefak budaya, kuliner peranakan, semacam live museum lah,” terang CEO Marifood Group ini.
Boen Hian bekerja sama dengan Confucius Wisdom (CW) setiap hari Selasa disediakan makan gratis untuk kaum papa/dhuafa. Kegiatan sosial “kantin kebajikan” ini sudah berjalan selama tujuh tahun lebih. Di BHT juga ada fitnes Centre, Musik Lam Kwan dan seperangkat gamelan Jawa. (Christian Saputro)




