Bandarlampung – Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) berakhir pada penggal akhir Oktober lalu menghasilkan sepuluh rekomendasi dan rencana aksi yang dirumuskan oleh tim perumus yang terdiri atas 21 pakar di bawah pimpinan Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid. Di antaranya merekomendasikan perlunya Kementerian Kebudayaan tersendiri, tanpa digabungkan dengan kementerian lain.
Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2023 dilaksanakan tanggal 23-27 Oktober 2023 di gedung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Banyak pihak yang terlibat dalam kongres tersebut, mulai dari praktisi seni, hingga pelaku budaya di berbagai sektor.
Dalam kongres tersebut perwakilan Akademi Lampung (AL) dan Dewan Kesenian Lampung (DKL) yang hadir Bagus S Pribadi (Sekretaris Umum DKL); Riyan Hidayatullah (Sekretaris Komite musik DKL); Wika Tri Widianti (Komite Tari DKL); Anshori Djausal (Ketua AL); dan Iwan Nurdaya- Djafar (Sekretaris AL).
Budayawan Lampung Iwan Nurdaya_Djafar mengatakan pengalaman selama ini, kebudayaan selalu dinomorduakan jika digabungkan dengan kementerian lain. Oleh karena itu, perlu Kementerian Kebudayaan yang mandiri.
“Diharapkan, hal ini dapat ditindaklanjuti oleh Presiden dalam penyusunan kabinet tahun 2024 mendatang. Siapapun yang terpilih sebagai presiden,” ujar Iwan Nurdaya-Djafar menanggapi hal itu dalam rilisnya.
Pelaksanaan KKI memiliki berbagai isu strategis yang menjadi persoalan global, terutama dalam lanskap kebudayaan di Indonesia. Isu-isu tersebut diantaranya: strategi pemajuan kebudayaan desa dan masyarakat adat, merawat maestro untuk regenerasi kebudayaan, persepektif ekosistem dan lingkungan hidup dalam pemajuan kebudayaan, mengembangkan dana indonesiana, pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dalam penguatan data kebudayaan, pengarasutamaan kebudayaan melalui pendidikan, pelindungan terhadap kebebasan berekspresi, melindungi budaya, mengembangkan pariwisata, pengelolaan kekayaan intelektual komunal, dan lain-lain.
Dewan Kesenian (DK) harus mereposisi perannya sebagai lembaga kebudayaan yang khusus menangani masalah kesenian. Danton Sihombing, selaku Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2020-2023 menyampaikan gagasan itu dalam sesi Kongres Kebudayaan Indonesia tanggal 24 oktober 2023.
Danton menawarkan perwujudan “simpul seni” indonesia sebagai prasarana interaksi dan pengembangan pengetahuan kolektif, ekonomi, serta budaya dalam ekosistem seni di indonesia.
Selain itu, gagasan berikutnya DK perlu melakukan Pertama, reformasi kelembagaan dan penganggaran kebudayaan untuk mendukung agenda pemajuan kebudayaan; Kedua, meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan; Krtiga, melakukan reposisi sebagai upaya untuk menjawab perubahan-perubahan yang berkaitan dengan fokus dan tujuan DK agar lebih efektif dalam menjalankan fungsi dan perannya; Keempat, melakukan pembenahan kelembagaan dengan melihat peluang dan tantangan dalam konteks kebudayaan kontemporer dan global; dan Kelima, melakukan re-branding. Upaya re-branding bisa diturunkan dengan membangun persepsi positif dewan kesenian, memperkuat kualitas tata kelola lembaga sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan integritas sebagai upaya membangun reputasi lembaga, dan memperkuat proposisi nilai dewan kesenian masing-masing daerah sebagai landasan narasi dan rasional politik anggaran kesenian.
Terhadap gagasan yang muncul dalam Pra-Kongres Kebudayaan mengenai perlunya peningkatan dasar hukum Dewan Kesenian dari Inmendagri No. 5A/1993 menjadi Surat Keputusan Bersama dua menteri,
Iwan Nurdaya Djafar menyarankan agar ditingkatkan dalam bentuk Peraturan Presiden, dan diberlakukan hingga bupati/walikota se-Indonesia, bukan sebatas gubernur. Selain itu, kebudayaan juga mesti diartikan secara luas, bukan 10 yang hanya mencakup Objek Pemajuan Kebudayaan (tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus).
Ketua Akademi Lampung Anshori Djausal memiliki pandangan yang cukup tajam mengenai penguatan kelembagaan adat. Menurutnya harus ada revitalisasi dari lembaga budaya, peningkatan peran negara dalam tanpa perlu ada pemisahan antara, seni, budaya, dan adat.
“Adat sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan negara dalam struktur kecil hingga ke desa-desa. Ketika berbicara budaya, maka adat-istiadat harus diperkuat dan diakui,” tandas Anshori.
Terlepas dari hal tersebut, lanjut Anshori, seluruh elemen masyarakat harus berupaya untuk menata kembali lembaga adat mereka. Tokoh adat harus bisa mereprentasikan wilayahnya melalui lembaga adat. “Peran ini sangat krusial dalam memperkuat ketahanan budaya di unit-unit kecil seperti desa. Jika konsep ini direplikasi secara merata, maka ketahanan budaya nasional memiliki masa depan yang baik,” ujarnya optimistis. (Christian Saputro)




